TEMPO.CO, Yogyakarta - Sepintas dinding dalam ViaVia Café di Jalan Prawirotaman, Kota Yogyakarta, itu laiknya dinding rumah pada umumnya. Beberapa sudut dinding penuh hiasan aneka rajutan dan kruistik bak buatan nyonya rumah. Namun, karya yang dipajang pada 8-30 November 2012 di kafe tempat kongko turis asing itu dibuat oleh lima perempuan dengan latar belakang berbeda.
Mereka adalah Yuni Bening, Lusi Neti, Sekar Suminto, Dinny, dan Pandansari. Yuni adalah seorang guru taman kanak-kanak. Pandan dan Sekar adalah dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Adapun Dini adalah desainer aneka produk interior dan Lusi adalah manajer pertunjukan Teater Garasi. Mereka menggelar pameran dengan persiapan sekitar 1,5 bulan. “Kami sepakat menjadikan olor sebagai basic pameran kami,” kata Yuni, Ahad 11 November 2012.
Menurut Yuni, kata “olor” berasal dari bahasa Jawa yang artinya 'aktivitas yang berupa mengurai sesuatu yang bentuknya memanjang'. Sesuatu yang memanjang itu bisa berupa benang wol, benang jahit, dan pita, yang terbuat dari aneka serat. Benda itulah yang kemudian digunakan oleh kelima perempuan itu. “Teknik yang kami gunakan berbeda,” kata Yuni.
Ia, yang biasa membuat karya rajutan, juga menerapkan teknik hand knitting (rajut benang) pada karyanya. Perempuan yang biasa membuatkan pesanan karya rajutan dengan jumlah dan bentuk desain yang terbatas itu membuat bentuk matahari dengan benang wol berwarna kuning dan oranye yang diberi judul Mr. Sun.
Pandansari juga menggunakan teknik rajut, tapi dia mengerjakannya secara manual, yang disebut dengan "yubiyami". “Itu teknik rajut hanya dengan tangan. Kalau rajut benang itu menggunakan alat,” kata Yuni.
Pandansari menyusun helaian benang wol berukuran panjang yang dibentuk menyesuaikan pola. Antara benang satu dan yang lain saling berimpitan dan helaian benang wol disusun dengan warna berbeda. Seperti karya berjudul Nyaman, yang membentuk dua sosok yang seolah saling berpelukan.
Adapun Dinny memanfaatkan pita aneka warna untuk membentuk bunga sakura warna ungu muda pada karya berjudul Sakura on My Hand dengan teknik menyulam dengan pita. Sekar memakai teknik sulam membuat bentuk satwa dan bunga bergaya abstrak di selembar kain. Lusi membuat kruistik untuk membentuk sosok artis Madonna.
“Berkarya bagi mereka seperti melakukan sebuah permainan,” ujar Anggi Minarni, Direktur Karta Pustaka, yang membuka pameran ini.
PITO AGUSTIN RUDIANA