Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perlawanan Moelyono Lewat Bendungan  

image-gnews
Iklan

TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Ruang pamer Rumah Seni Cemeti, Yogyakarta, berubah menjadi bendungan besar. Tiang utama di bagian tengah ruangan berubah menjadi parameter air. Angka-angka penunjuk ketinggian air dicetak dengan warna merah di atas selembar papan dan ditempelkan berurutan pada permukaan tiang. Dari 181.50, 182.00, 184.500, hingga 185.00 melengkapi garis-garis penanda dengan warna senada.

Memasuki ruang pamer galeri itu, kita seakan dilontarkan ke sebuah masa ketika bendungan dibangun. Moelyono, 54 tahun, perupa asal Tulungagung, Jawa Timur, yang membuat karya itu, sengaja menambahkan garis-garis lurus yang membelah ruangan. Garis itu dibuat Moelyono dari benang putih, seperti penanda bagi tukang bangunan yang hendak memasang bata. Pada pertengahan garis, benang-benang yang sama digantungkan bersilangan dengan pendulum pemberat terikat di bawahnya.

Itulah karya instalasi Moelyono untuk memperkuat aroma pameran tunggalnya, "Retak Wajah Anak-anak Bendungan", yang berlangsung di galeri itu pada 5-26 Agustus 2011. Karya instalasi itu sederhana, tapi sarat pesan. "Instalasinya minimalis," kata Nindityo Purnomo, pemilik Rumah Seni Cemeti.

Ya, boleh dibilang karya-karya Moelyono yang disuguhkan dalam pameran itu memang minimalis dan sarat pesan. Coba simak karya berjudul Titip Tanah Sawah. Empat rak besi yang berderet menempel pada dinding ruang pamer. Dalam susunan itu, Moelyono menempatkan tabung-tabung berukuran jempol orang dewasa pada permukaan rak dua tingkat tersebut. Di dalam tabung terdapat tanah kering yang dibawanya dari Wonorejo, sebuah desa di Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung. Adapun pada permukaan rak bagian atas, sebuah fosil tulang geraham dan gigi ternak diletakkan terkubur tanah.

Moelyono mengaku sengaja menggunakan idiom tanah milik petani sebagai simbol jiwa mereka yang tergadai. Sejak pemerintah membangun bendungan di desa itu, 520 hektare sawah milik petani berubah menjadi danau buatan. Permukiman, sekolah, dan tempat ibadah, yang entah berapa jumlahnya, juga terendam. "Jiwa mereka adalah bertani," ujarnya.

Dam yang membendung dua anak Kali Brantas di desa itu, Kali Gondang dan Wangi, sengaja dibangun untuk keperluan pembangkit listrik tenaga air dan sumber air minum bagi warga Surabaya. Pameran itu menjadi ekspresi kegetiran Moelyono melihat peristiwa tersebut.

Selain tanah, Moelyono menggunakan idiom benih tanaman, air, ramuan jamu, dan tetesan darah untuk mengungkapkan ekspresinya. Dalam karya berjudul Titip Benih Petani, misalnya, Moelyono mengisi tabung-tabungnya dengan benih padi, jagung, serta kacang-kacangan dan meletakkannya di atas rak berukuran sama.

Atau karya berjudul Titip Jamu yang berisi gumpalan ramuan jamu sebesar kelereng di dalam tabung. Lalu Titip Darah Tani, berupa tabung berisi tetesan darah. Semua idiom yang digunakan Moelyono dalam instalasinya merupakan cermin alat produksi petani.

Akibat tak lagi punya "senjata" untuk bertani, korban penggusuran pembangunan bendungan kehilangan pekerjaan. Mereka beralih pekerjaan, dari bertani yang digeluti bertahun-tahun, berubah menjadi buruh-buruh pabrik di kota besar. Mereka termiskinkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Moelyono berkisah akibat kehilangan pekerjaan utama itu, dari 38 anak di desa itu, hanya tiga yang kini melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. "Yang lain paling-paling hanya lulus SD," ujarnya.

Keprihatinan itu ia sampaikan melalui berbagai lukisan karyanya. Misalnya, Oleh-oleh Ibu dari Kota, berupa gambar wajah anak yang terbedaki lumpur kering. Wajah itu terlihat sangat mendominasi ukuran kanvas. Di sekitar wajah, sejumlah gambar obyek lain ditambahkan, dari sebungkus makanan ringan, telepon seluler, kelereng, kepala sapi, hingga peniti. Bentuk-bentuk wajah serupa terlihat dari lukisannya yang lain, seperti Aku dan Simbah di Atas Sawah Retak #1 dan #2, yang menampilkan wajah bocah terbedaki lumpur kering.

Menurut Nindityo Purnomo, cara minimalis Moelyono dalam karya instalasinya sekaligus menjadi kritik pemikiran atas merebaknya materialisasi hedonistik yang berkembang pada karya-karya yang hanya berorientasi pasar. Material karya instalasi Moelyono sederhana, murah, dan mudah didapatkan.

Nindityo menambahkan, sebagai seorang seniman sekaligus aktivis, Moelyono intens mendampingi para korban pembangunan Bendungan Wonorejo. "Jadi, dia tak sekadar mereportase," katanya.

Sejak 1990-an, Moelyono aktif dalam lembaga yang mendampingi para korban. Melalui aktivitas seni rupa, dia melakukan perlawanan dan protes sekaligus menyadarkan warga, yang kebanyakan petani. Beberapa tahun lalu, Moelyono menggelar performance art di Cemeti dengan mengajak para petani sebagai pemainnya. Dia juga membuka komunitas anak korban, yang kegiatannya antara lain menggambar dan kesenian tradisional kuda lumping.

Upaya itulah yang disebut Moelyono sebagai seni rupa penyadaran. Bagi dia, seni rupa adalah medium yang digunakan untuk mencapai tujuan sosial yang dia impikan.

ANANG ZAKARIA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

24 hari lalu

Pameran Voice Against Reason. Foto: Museum Macam.
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

30 hari lalu

Pameran seni rupa Islami berjudul Bulan Terbit  sejak 15 Maret hingga 14 April 2024 di Grey Art Gallery Bandung. (Dok.Grey)
Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.


Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Karya instalasi buatan Michelle Jovita berjudul Massa Manusa. (Dok.pameran).
Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance


Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Pameran Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space Bandung melibatkan belasan peserta seniman difabel.  Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.


Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Artsiafrica#2 di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berlangsung 16 - 30 September 2023. Foto: Dok.Galeri.
Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.


Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Pameran kelompok Ambari di Galeri Orbital Dago Bandung hingga 17 September 2023. (TEMPO/ANWAR SISWADI)
Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.


Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Lukisan karya Iwan Suastika berjudul Beauty in a Chaotic Rhythm. Dok. D Gallerie
Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.


Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Karya Dionisius Caraka berjudul Tumbukan Lato-lato di Galeri Ruang Dini Bandung. TEMPO/ANWAR SISWADI
Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.


Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Karya Isa Perkasa berjudul Masker 2024. (Dok.Pribadi)
Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.


Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

(kiri ke kanan) Hilmar Faris, Claire Siregar, Sylvia Siregar pada acara pembukaan Bianglala Seribu Imajinasi, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 April 2023. Foto: TEMPO | Gabriella Amanda.
Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.