Ide menghadirkan karya seni di ruang publik ini berawal dari pelaksanaan Bienale X Yogyakarta beberapa bulan lalu. Saat itu, sejumlah karya seni dipajang di sejumlah titik ruang publik di Kota Gudeg. “Saat itu saya merasakan, inilah kota Yogya yang sesungguhnya. Ini aura Yogya yang harus terus menerus dipertahankan sebagai kota budaya,” kata Herry Zudianto di depan para seniman dan budayawan.
Pertemuan tersebut dihadiri sejumlah perupa senior, seperti Kartika Affandi dan Djoko Pekik, serta pematung senior Edy Sunarso. Kalangan akademisi, arsitek, maupun pemerhati tata kota juga hadir pada pertemuan itu.
Menurut Herry Zudianto, hadirnya karya seni di ruang publik tersebut diharapkan kota Yogya akan memiliki karakter yang tak mungkin bisa ditiru oleh kota lain. Untuk mewujudkan hal itu, Herry membutuhkan sebuah badan yang bisa bekerjasama untuk menggodog seluruh konsep menghadirkan seni di ruang publik.
Dan pertemuan itu akhirnya menyepakati lima orang untuk menjadi formatur. Mereka adalah Butet Kartaredjasa, Ong Hari Wahyu, Samuel Indratma, Eko Prawoto, dan Suluh Pratita. Bersama walikota, kelima orang ini akan menyusun organisasi berupa sebuah badan yang bertanggung jawab merumuskan sekaligus mengeksekusi ruang publik mana yang perlu diberi sentuhan karya seni. Badan ini pula yang nantinya bertugas menjadi kurator karya seni mana yang bisa dipajang di ruang publik.
Walikota Herry berjanji akan memberi keleluasaan kepada badan tersebut untuk menentukan titik-titik ruang publik mana yang bisa diisi dengan karya seni, termasuk jika nantinya berbenturan dengan papan reklame. “Kalau nantinya di belakang karya seni itu harus bebas dari reklame, kita akan atur,” katanya.
Pematung senior Edy Sunarso mengusulkan agar karya seni yang dipasang di ruang publik nantinya diseleksi melalui sebuah sayembara. “Atau, bisa juga karya yang dipasang di ruang publik itu pinjaman dari seniman untuk jangka waktu tertentu, seperti yang terjadi di Jerman,” ujarnya. “Saya kira para pematung Indonesia mau meminjamkan karyanya, meski tetap harus ada panitia yang mengelolanya.”
Muncul juga gagasan agar badan yang menangani karya seni ruang publik itu bisa berjalan seterusnya, tak hanya berhenti pada masa pemerintahan Herry Zudianto yang tinggal 1,5 tahun lagi. Artinya, siapapun yang menjadi walikota Yogyakarta nantinya, badan itu tetap operasional.
Beberapa perupa yang hadir pada pertemuan itu juga mengusulkan, ruang publik yang akan disentuh dengan kehadiran karya seni hendaknya tak hanya di kawasan Jalan Malioboro dan sekitarnya. Yang lain juga mengusulkan agar karya yang dipasang di ruang publik tak hanya sebatas karya seni tiga dimensi, tapi juga memungkinkan untuk memasang karya dua dimensi.
HERU CN