"Ini berdasarkan hasil konservasi kami," kata Kepala Konservasi Dewan Kesenian Sumenep Junaidi, Senin (9/11).
Menurut Junaidi, konservasi itu mengungkap bahwa ancaman kepunahan kesenian tradisional karena tidak adanya regenerasi. Generasi muda Sumenep, kata dia, saat lebih gandrung bermusik modern dan malu bila menjadi penggiat seni tradisional.
Ia menjelaskan, kesenian nyanyi ojung yang dulunya khusus meminta hujan, sekarang ini tidak pernah dipentaskan, begitu juga dengan tari sintung dan tari topeng. "Kalau hadrah, gulgul dan ludruk, masih digerakkan komunitas terbatas," katanya.
Selain regenerasi, Junaidi melanjutkan, perhatian pemerintah daerah Sumenep terhadap kesenian sangat kecil. Tidak hanya dari segi anggaran, dalam setiap even besar, pemerintah Sumenep lebih memilih mengundang grup musik dangdut dan orkes sebagai hiburan rakyat. "Ini memprihatinkan," tuturnya.
Kondisi ini, kata dia, diperparah dengan adanya pergeseran budaya di masyarakat. Jika dulu acara pernikahan atau khitanan diisi kesenian ludruk, gulgul atau hadrah, "Sekarang selalu diisi kegiatan dangdut, dengan biaya jutaan rupiah," katanya.
MUSTHOFA BISRI