TEMPO Interaktif, BANDUNG - Tiap kali kaki melangkah, tanah yang dipijak hanyalah tumpukan sampah. Limbah yang umumnya berbahan plastik itu berserakan di sela rerumputan dan semak. Tapi begitu kamera menyorot jauh, tampaklah padang kehijauan. Kicauan nyaring burung menambah keasrian suasana.
Itulah kondisi bekas tempat pembuangan akhir sampah Leuwigajah terkini dari sorotan kamera Akbar. Video berdurasi sekitar 8 menit dengan judul Evergreen itu berangkat dari ketakjubannya di lokasi pinggiran Kota Cimahi, Jawa Barat, setelah ditutup 4 tahun silam. "Ini di luar perkiraan saya ketika sampai di sana," kata anggota komunitas OpenLabs Bandung itu.
Selama dua pekan, sepanjang 19-31 Oktober, belasan pembuat video yang umumnya berasal dari Bandung, menggelar pameran bersama di CCF Bandung. Ruang auditorium dipakai untuk menampilkan karya instalasi visual interaktif, sedangkan ruang disampingnya dipakai untuk karya video berformat single channel. Di sini selain Evergreen, ikut diisi dua videoklip band lokal juga karya Yusuf Ismail. Kali ini dia menampilkan humor satir. Tokohnya seorang lelaki berkumis yang dicabuti seluruh bulu di kakinya oleh beberapa orang dengan perekat. Hasilnya adalah kelucuan yang menyakitkan.
Di ruang video interaktif, teknik pembuatan dan cara penyajian karya yang umum dipakai seniman video kontemporer lebih menonjol. Sandy Adriadi dan Yugi Barkah misalnya, memakai teknik mapping untuk menayangkan video berjudul Frame x Unframe. Mereka menyesuaikan video yang disorot proyektor tersembunyi dari samping kiri agar bisa muncul serentak dengan gambar berbeda-beda. Juga tak miring saat diterima 5 kanvas dan dinding sekitarnya.
Karya generative art juga ikut diusung Widianto Nugroho. Alumnus Seni Rupa ITB yang tertarik ke pemrograman komputer itu menampilkan karya berjudul VoicePaint, Melukis Merah Putih, dan Generatio Spontanea/ Responsive Paint. Seperti screen saver pada komputer, karyanya bergerak sendiri begitu program berbasis Java itu mulai dijalankan. Bentuk ornamen atau pipa yang bergerak bebas itu, bisa diubah arahnya atau dibentuk dengan cara meletakkan kursor di layar.
Karya seperti itu, kata Widi, pernah laku terjual Rp 800 ribu dalam sebuah lelang di Jakarta. Tapi bukan videonya yang dibeli oleh orang dari luar negeri itu, melainkan gambar berbentuk print out dalam kertas A-3. "Memang seperti itu biasanya," ujarnya.
Menurut Direktur Common Room Gustaf Hariman Iskandar yang membuka acara, pameran itu bertemakan open culture, technology, and urban ecology. Selain menampilkan video para seniman muda, video satu menit yang dikompilasi dari hasil workshop 24 jam karya 32 orang ikut ditayangkan.
ANWAR SISWADI