TEMPO Interaktif, Jakarta: Cahaya menyoroti sosok Lin Yuan Shang. Bayangan pria itu tercetak di layar di belakangnya. Seiring Lin bergerak, si bayangan mengikuti, seakan-akan ada dua penari.
Lin, koreografer kelahiran Taipei, Jumat-Sabtu malam lalu, tampil di Komunitas Salihara, Jakarta. Ini hasil kerja sama dengan Centre Culturel Francais, Jakarta. Lin membawakan dua karya: "Entre Deux" (di antara dua) yang ditarikan Caroline Desmaison dan "Kung Fu Dancing" yang ditarikan sendiri oleh Lin. Desmaison adalah anggota kelompok tari Eolipile yang didirikan Lin di Prancis pada 1986.
Dalam Kung Fu Dancing, Lin mengeksplorasi citra bayangan yang tercipta. Ia maju mendekati sumber cahaya, yang membuat bayangan tampak membesar. Saat ia menjauh dari cahaya, bayangan pun mengecil. Penonton seperti melihat dua sosok, yang satu tiga dimensi dan yang lain dua dimensi.
Lalu Lin merapat ke layar, sehingga ia menyatu dengan bayangannya. Baris kata-kata diproyeksikan ke layar. Isinya prinsip-prinsip Tao. Lin hendak menunjukkan bagaimana penerapan Tao ke dalam tari. Memandang yang tak terlihat, mendengar yang tak bersuara, dan memeluk yang tak terasa.
Lin menyebut Lao Tze, yang mengajarkan Tao, "Yang tahu bagaimana menghubungkan pikiran dan roh," kata Lin. "Kami memandangmu, tak melihatmu, apakah kau tak terlihat?" Itu, kata Lin, adalah pertanyaan mengenai energi, mengenai gerakan.
Lin menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip Tao itu diterjemahkan ke dalam gerakan. Misalnya, "yang didengar tapi tak bersuara", disebutnya, "Senyap seperti ular, tak bisa tertangkap. Licin bagai ikan," kata Lin, lalu menunjukkan gerakan itu tanpa bunyi. "Menari adalah harmoni energi dari tubuh," Lin menambahkan.
Tak hanya dengan gerakannya sendiri, Lin menunjukkan pula ajaran Tao melalui video. Yang dipakai adalah potongan film Jet Li (Kung Fu Master) dan Stephen Chow (Kung Fu Hustle). "Jadilah seperti air, temanku," ujar Lin, diikuti Jet Li membuat pusaran air di gentong yang lalu pecah karena besarnya energi yang tercipta.
Proyektor menampilkan baris kata mengenai keseimbangan yin-yang. "Sebelum dan sesudah saling mengikuti." Kemudian muncul adegan Chow terlempar ke angkasa. Ia memanfaatkannya untuk menyerang balik musuh dengan jurus pamungkas. Lin menunjukkan rangkaian gerak yang beruntun tanpa putus, berkesinambungan. Akhir gerak yang satu menjadi awal gerak yang lain. Seperti arus yang terus mengalir.
Sebagai tontonan, Kung Fu Dancing menghibur dengan kekayaan gerak yang diambil dari kungfu. Juga pemanfaatan media visual, yang juga dipakai sebagai sumber cahaya untuk menciptakan bayangan yang memberi nuansa tersendiri. Ada pula rekaman suara Lin sebagai narasi. Sayangnya, rekaman itu tak jelas terdengar.
Tak hanya sebuah koreografi kontemporer, Kung Fu Dancing membuat penonton seolah tengah mengikuti sebuah kelas pengenalan tari. Rupanya, tari yang diciptakan pada 2008 itu memang awalnya dipesan oleh Le Bateau Feu, sebuah kelompok teater, untuk keperluan pengajaran dan kreasi artistik.
Lin sendiri mulai membuat koreografi itu setelah muncul pertanyaan: mengapa menonton film kungfu lebih mudah dibanding menonton tari kontemporer. Dia lalu menggarap koreografinya--berdasar pada kungfu--yang prinsip eksplorasi energinya diambil dari ajaran Tao.
Entre Deux ditarikan sebelum Kung Fu Dancing, menunjukkan penari yang berada dalam dua kondisi bertentangan. Tarian ini diambil dari filosofi Yi King, mengenai perubahan yang bersifat abadi. Penarinya, Desmaison, bergabung dengan Eolipile pada 2006.
Tari ini dibuat Desmaison bersama Lin. Desmaison memang pernah bekerja sama dengan banyak koreografer. Ia memiliki dasar lain di seni suara, akrobat, pertunjukan, dan mengajarkan tari kontemporer. Entre Deux adalah komposisi terbaru, pertama kali ditampilkan pada akhir November lalu di Prancis.
IBNU RUSYDI