TEMPO.CO, Jakarta - Arswendo Atmowiloto, 68 tahun, sempat patah hati saat menjadi dosen. Ketika seniman asal Solo ini pertama kali mengajar di London School of Public Relations, Jakarta, delapan tahun lalu, dia mengajak mahasiswanya berbelasungkawa untuk Timbul Suhardi, pelawak senior grup Srimulat, yang saat itu baru wafat.
Respons kelas mengejutkannya. “Ada yang bertanya, ‘Who is Timbul, Sir?’” kata Arswendo, dua pekan lalu. “Mereka belajar teater, tapi enggak tahu Timbul Srimulat. Ini kan gila.”
Kejadian serupa terulang beberapa hari kemudian saat Arswendo menjabarkan peran Teguh Karya dan Arifin C. Noer dalam perkembangan film dan teater Indonesia. Mahasiswanya tidak mengenal kedua sutradara legendaris tersebut.
Arswendo pun merenung. “Beda zamannya panjang banget kali, ya,” ujarnya. Dia merasa ilmunya tidak nyambung dengan mahasiswa yang lahir setelah tahun 1990 itu. Mutung, dia pun mohon diri kepada pimpinan kampus.
Di tengah proses mundur, dia mendampingi mahasiswanya menyiapkan pementasan untuk tugas akhir semester. Satu kelompok memakai musik pop Korea. Kali ini, giliran Arswendo yang kebingungan. Murid-muridnya pun mengenalkannya pada K-pop. “Wah, boleh juga ini,” ucapnya.
Kejadian itu membuat dia urung mundur. Mantan wartawan ini mengatakan bisa mempelajari banyak hal baru dari para mahasiswa. “Saya belajar dari mereka. Mereka belajar dari saya,” ujarnya. Hingga kini, Arswendo mengajar seni peran di kampus yang sama dua kali sepekan.
REZA MAULANA