TEMPO.CO, Jakarta - Menempati ruangan seluas 70 meter persegi di lantai 6 Senayan City, Jakarta, Paviliun Indonesia untuk Venice Biennale Arte 2017, mulai bisa dinikmati. Pada Rabu malam, 10 Mei 2017, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menggunting pita ruang pameran sebagai tanda bahwa pemerintah Indonesia resmi berpartisipasi dalam La Biennale di Arsenale, Venesia, Italia. “Inilah ruang pamer Tintin Wulia bertajuk 1001 Martian Homes,” kata Triawan Munaf.
Venice Biennale Arte 2017 berlangsung selama 6 bulan, tepatnya mulai 13 Mei sampai 26 November. Setelah menggunting pita pada acara pra-pembukaan pameran tersebut, Triawan Munaf melanjutkan seremonialnya dengan memotong tumpeng, yang disaksikan antara lain Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan sejumlah pemerhati seni.
Baca: Bekraf Wakili Indonesia di Venice Biennale 2017
Acara yang sama persis berlangsung di Paviliun Indonesia di Venesia. Dengan silisih waktu sekitar 5 jam --malam itu di Senayan City pukul 20.30 WIB dan di Venesia pukul 15.30-- potong tumpeng di Venesia dilakukan Ricky Yoseph Pesik, Wakil Kepala Bekraf yang sekaligus komisioner pameran 1001 Martian Homes Paviliun Indonesia di Arsenale. "Oke kita potong tumpeng bersama-sama," kata Ricky yang suaranya lansung terdengar melalui speaker yang tersambung lewat jaringan Internet.
Tintin Wulia merupakan seniman kontemporer yang kerap mengikuti pameran-pameran berskala internasional. Karya-karyanya yang disajikan di Venesia, mengenai fenomena perubahan kebudayaan global yang sekarang dialami umat manusia. Dengan memanfaatkan teknologi digital, wanita kelahiran Bali pada 1972 lalu itu hendak membuktikan bahwa pergerakan manusia tidak lagi dibatasi oleh ruang fisik dan sekat-sekat geografis.
Baca: Menyaksikan Venice Biennale 2017 di Senayan City
Satu dari tiga seni instalasi yang disuguhkan Tintin Wulia, yaitu Not Alone. Wujudnya instalasi diagonal di dua lokasi (Senayan City dan Arsenale), masing-masing menggunakan mesin kembar. Di dalamnya ada komponen sensor gerak, papan-papan, lampu LED, kawat pendaran listrik, proyeksi video kanal serta kamera pengawas. Menjadi unik dan fenomenal karena gerakan pengunjung akan mengaktifkan sensor.
Aktivitas penonton di Senayan City secara otomatis terpancar di Paviliun Indonesia di Arsenale, Venesia. Begitu pula sebaliknya, gerakan pengunjung di areal instalasi Not Alone di Arsenale, dipantulkan ke ruang Paviliun Indonesia di Senayan City. Pengunjung benar-benar melihat orang lain sedang melakukan aktivitas yang sama walaupun berada di benua berbeda.
Teknologi digital tanpa sekat itulah yang membuat acara potong tumpeng antara Triawan Munaf di Senayan City dengan Ricky Yoseph di Venesia bisa dilaksanakan bareng dan seolah-olah berada di satu tempat. Ricky memberikan potongan tumpeng kepada Tintin Wulia, yang berada di Venesia.
Menurut Triawan Munaf, terhitung sejak 2016, Paviliun Indonesia di La Biennale di Venesia secara resmi dikelola oleh Bekraf. “Kehadiran paviliun ini akan menempatkan para seniman Indonesia ke posisi signifikan dengan seniman lain yang sudah mendunia.”
Tintin Wulia, kata Triawan Munaf, adalah seniman yang sudah malang melintang di pameran besar di berbagai negara dalam 10 tahun terakhir. Tema yang diusung 1001 Martian Homes, sangat relevan dengan perubahan kebudayaan global saat ini. “Khususnya ketika Internet dan teknologi digital terus-menerus mempengaruhi persepsi kita.”
Triawan Munaf menambahkan, keikutsertaan Indonesia di La Biennale di Venesia ke-57, ingin membuktikan bahwa bangsa dengan penduduk lebih dari 250 juta jiwa ini bagian penting dari kebudayaan kontemporer dunia. “Bangsa Indonesia dalam berbagai bidang, termasuk kebudayaan, telah memberi kontribusi terhadap peradaban dunia,” katanya.
ELIK SUSANTO