TEMPO.CO, Jakarta - Manekin berpakaian kebaya itu terlentang di atas jaring laba-laba hitam. Kepalanya terkulai di atas bantal. Berlembar kertas dengan tulisan dan gambar wanita beragam profesi semburat di sekitarnya. Ada polisi, sarjana, psikolog, hingga kopasus.
Baca juga: Peringati Hari Kartini, Tempo Gelar Pameran Muran dan Seni Instalasi
"Dia itu Kartini yang sedang galau," kata Hardiman Radjab, seniman instalasi yang merancang adegan itu di Gedung Tempo, Sabtu, 1 April 2017.
Hardiman merancang karya itu untuk dipajang dalam pameran mural dan seni instalasi bertema “Para Perempuan Kartini” di Gedung Tempo, Jalan Palmerah Barat Nomor 8, Jakarta, yang dibuka Selasa, 4 April 2017. Masyarakat bisa menyaksikan berbagai karya seni ini pada Sabtu dan Minggu.
Pameran ini mengumpulkan beberapa perupa dan pelukis mural dari Jakarta dan beberapa kota besar yang tergabung dalam komunitas seni jalanan (street art) yang biasa menggambar di tembok-tembok jalanan.
Karya Hardiman berjudul Kartini Masa Lalu dan Masa Kini. Selain menampilkan sosok Kartini yang tengah gelisah, Hardiman juga memajang manekin Kartini berdandan perempuan zaman sekarang yang sangat bertolak belakang dengan Kartini zaman dulu.
Hardiman menggambarkan Kartini masa kini dengan perempuan bergaya pop. Pakai rok mini, jaket hiphop, kaca mata hitam, dan bertato. Dia juga punya sayap. "Sebagian mimpi Kartini masa lalu tercapai. Wanita sekarang lebih bebas," kata Amalia Sigit, seniman instalasi yang berkarya bareng Hardiman. Kedua seniman ini menempatkan Kartini modern melayang-layang di atas Kartini zaman dulu.
Amalia mengatakan manekin Kartini masa kini yang ia dandani itu adalah representasi dari perempuan muda sekarang. Mereka berani mengudara. Independen dan mandiri. "Tapi identitas akarnya meragukan," kata perempuan yang akrab disapa Lilik ini.
Pada karya ini, Hardiman dan Lilik ingin menunjukkan kekhawatiran mereka pada generasi muda bangsa Indonesia. Banyak perempuan masa kini yang berpikiran lebih maju dari Kartini pada masanya.
Instalasi seni Kartini di Kantor Redaksi Tempo, Palmerah, Jakarta, 4 April 2017. TEMPO/Rully Kesuma
Tapi kebanyakan dari mereka tak menjaga adat dan budayanya. Padahal, di negara lain semisal Jepang, Korea, atau Cina, kemajuan mereka tak diiringi dengan kematian budaya. "Kalau kita ini gamang karena bercontoh kebarat-baratan," ujar Lilik.
Barangkali, kata Hardiman, Kartini masa lalu punya pikiran yang lebih sederhana dari perempuan sekarang. Tapi pada masanya, tak ada perempuan lain yang bertingkah seperti Kartini. Dia memikirkan kebebasan di saat jaring-jaring adat menjerat tubuh.
Butuh waktu dua bulan bagi Hardiman dan Lilik untuk menemukan konsep karya yang bakal dipamerkan pada 4 April 2017. Banyak buku mereka baca untuk menggambarkan sosok Kartini yang tengah gelisah memikirkan nasib perempuan pada masanya. Dari situ lah, Hardiman dan Lilik menemukan perbedaan yang mencolok antara Kartini dan perempuan zaman kini.
Jika dulu Kartini berjuang agar perempuan disetarakan dengan laki-laki, para anak muda saat ini berlomba memanfaatkan kebebasan hingga kebablasan. "Ini adalah suatu bentuk tanda tanya. Dia mau terbang sampai mana?" kata Lilik.
Selain Hardiman dan Lilik, beberapa komunitas turut ambil bagian. Mereka adalah Ladies on Wall, Detroit, Wedha Pop Art Potrait, Reflect, Gardu House, dan Tim Desainer Tempo. Pameran yang rencananya akan dibuka oleh bintang film Christine Hakim ini bakal dibuka pada setiap Sabtu dan Minggu untuk publik di lobi, lantai 3, dan lantai 4 Gedung Tempo. Selain itu, akan ada display foto dalam penggarapan film Kartini di lantai 5.
MAYA AYU PUSPITASARI | ARKHELAUS W.