Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Rudi Soedjarwo, 35 tahun, sedang puasa bicara. Akibat penolakan Lembaga Sensor Film (LSF) terhadap film Dendam Pocong, 28 September lalu, sutradara yang sukses dengan film Ada Apa Dengan Cinta? dan Mendadak Dangdut ini sulit dihubungi. Ia hanya mau berkomunikasi lewat pesan pendek (SMS). "Saya teramat kecewa. Sampai tidak bisa berkata-kata lagi," ungkap Rudi kepada Tempo.Ini buah kekecewaan Rudi terhadap keputusan LSF yang tidak meloloskan film yang sedianya akan ditayangkan pada 26 Oktober mendatang itu. Ada sembilan poin pertimbangan penolakan LSF, di antaranya film produksi Sinemart Pictures tersebut tidak sesuai dengan norma kesopanan umum (adegan perkosaan), menonjolkan kekerasan, dan menyajikan adegan kekejaman serta kejahatan lebih dari 50 persen, sehingga mengesankan kebaikan dapat dikalahkan oleh kejahatan. "Dan dapat berpotensi membangkitkan dendam atau luka lama akibat peristiwa berdarah Mei 1998," ujar Ketua LSF Titie Said.Keputusan ini mengecewakan sineasnya, juga produser Leo Sutanto. "Keputusan itu bikin saya hampir klenger (pingsan)," ujar Leo lirih. Maklum saja, ia sudah menggelontorkan dana produksi dan promosi sekitar Rp 3 miliar. Dan sama sekali ia tidak menduga filmnya bakal dilarang.Perjalanan film layar lebar ke-9 Sinemart itu menuju sensor LSF cukup istimewa dan makan waktu hingga dua minggu. "Biasanya sensor hanya dua hari," kata Titie. Setelah tidak layak diluluskan oleh kelompok pertama, disarankan ke tingkat pelaksana harian. "Kelompok pertama tidak ingin seperti algojo," kata Johan Tjasmadi, anggota LSF. Di tingkat pelaksana harian diharapkan ada pertimbangan lain.Kenyataannya, film ini juga dinyatakan tidak lulus. Maka film ini naik lagi ke tingkat pelaksana harian plus, yakni disensor oleh kalangan agamawan, budayawan, orang film, dan kalangan keamanan negara (Badan Intelijen Negara dan Tentara Nasional Indonesia). Sayang, rapornya masih merah. Lalu ia dibawa untuk dilihat seluruh anggota pleno dengan harapan menghasilkan keputusan yang amat bijaksana. "Kami paham, kalau film Indonesia ditolak, modal hilang," kata Johan.Keputusan jatuh di sidang pleno. Mereka menolak seutuhnya film untuk dipertontonkan, diekspor, ataupun ditayangkan. "Terus terang ini keputusan tidak populer bagi LSF," kata Titie, yang mengaku, dari sisi sinematografi, pencahayaan, akting, dan dialog, film Rudi sangat oke.Sinopsis singkat kisah ini, kata Titie, bermula dari latar peristiwa kerusuhan 13-14 Mei 1998. Sugeng, pemilik toko, memecat sopir boks bernama Wisnu. Wisnu, yang merupakan tulang punggung keluarga, merasa tidak bersalah. Ia dendam. Maka, ketika ada peristiwa 13 -14 Mei, ia memprovokasi orang-orang untuk menjarah dan merusak rumah keluarga Sugeng. Akibat peristiwa itu, kembali terjadi tindakan balas dendam kepada Wisnu. Adik Wisnu, Rahma, diperkosa dan dibunuh. Ketika mau dikuburkan, ada yang membisikkan Wisnu agar penutup pocong jenazah Rahma tidak dibuka agar jenazah Rahma menuntut balas dendam. "Dari sana timbul kekejaman lain," cerita Titie. Misalnya saja Wisnu menusuk seseorang dengan garpu terhunus ketika mendengar orang berdialog mengenai dia.Alasan sadis yang kelewat disangkal Rudi. "Kalau sadis, banyak film Hollywood dan berita-berita di televisi yang lebih sadis," kata Rudi. Ia menyatakan pesan moral filmnya adalah kita harus lebih takut kepada manusia daripada kepada setan. "Karena setan tidak bisa membunuh, merampok, dan memperkosa."Ungkapan senada datang dari Leo. Ia mencontohkan film Hollywood, Saw karya James Wan, yang menurut dia lebih sadis. Bagaimana tingkat kesadisan sebuah film memang hanya LSF yang tahu. Soalnya, begitu surat larangan keluar, film yang menurut Leo sudah ditransfer dalam bentuk pita seluloid itu disimpan rapat di kantor. Bahkan poster atau flyer pun tak akan pernah dikeluarkan. Film itu masuk kotak dan dimuseumkan?"Saya belum tahu mau diapakan film Pocong ini. Ada kemungkinan akan dijual ke luar negeri karena lembaga sensornya beda. Tapi jelas tidak menguntungkan karena nilai jualnya rendah," papar Leo.Kini yang dilakukan Leo adalah menunda film ketiga karya Rudi, Maaf, Saya Menghamili Istri Anda, dan berfokus pada film Pocong 2, yang sedianya merupakan sekuel Dendam Pocong. "Untuk mengembalikan uang yang sudah keluar," ujar Leo, yang berharap tahun ini film Pocong 2 sudah bisa tayang."Satu-satunya harapan saya mudah-mudahan Pocong 2 bisa lolos," harap Rudi. Baginya, tidak jadi soal kreativitasnya menjadikan film sebagai alat komunikasi jadi terbelenggu. Ia mengaku sudah mati rasa. "Apalah artinya satu orang kecil seperti saya dibanding sistem yang besar dan nyaman yang dijalankan LSF. Sebagai warga negara yang baik, saya cuma bisa menerima dengan lapang dada," kata Rudi pasrah, sepasrah film Pocong, yang dikubur oleh gunting sensor LSF.Evieta Fadjar P