Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ingatan yang Chaos

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Setelah hampir sebulan lumpur itu tergenang, kini muncul retak-retak berpola mengikuti garis lengkung setengah lingkaran yang bertepikan garis dinding putih di ruang pamer Rumah Seni Cemeti, Yogyakarta, Senin pekan lalu.Di bagian tengah mencuat batu alam yang menempel di dinding. Di atasnya tertancap sebilah keris. "Ini cerita tentang keserakahan manusia," ujar Sunaryo, sang pencipta karya berjudul Bila Antareja Terusik ini.Sunaryo ingin membawa lumpur yang melumpuhkan desa di tiga Kecamatan di Sidoarjo, Jawa Timur, ke ruang pameran bertema sejarah "Masa Lalu Masa Lupa" itu. Tapi dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung ini tak sanggup. "Panasnya 70 derajat Celsius," kata Sunaryo. Sebagai gantinya, ia memboyong lumpur dari Kebumen, Jawa Tengah.Pematung berusia 63 tahun itu dikenal sebagai seniman visual yang punya akar modernisme yang ditancapkan oleh guru gambar modernis, Ries Mulder, di ITB pada dekade 1950-an. Generasi modernis Sunaryo meyakini seni rupa hanyalah fenomena bentuk, warna, dan komposisi. Di luar tiga elemen itu adalah omong kosong. Tapi itu cerita lama.Kini Sunaryo bersama tiga perupa yang jauh lebih muda usianya (Tisna Sanjaya, R.E. Hartanto, dan Prilla Tania) dan pernah ia didik di ITB mencoba menulis sejarah baru yang agak berbeda dengan yang ditulis Ries Mulder. Mereka sepakat menafsirkan tema lewat karya individual.Tengoklah karya Sunaryo bertajuk Seribu Luka. Karya ini berupa empat batu setinggi lutut orang dewasa berbentuk persegi yang diletakkan berjejer di atas lantai. Sunaryo menoreh sudut tajam batu itu dan menyelipkan kaca yang salah satu sisinya berupa garis lurus, sedangkan sisi lain mencitrakan efek pecahan.Sekilas tampak Sunaryo secara sembarang menyisipkan pecahan kaca itu pada sudut-sudut batu. Tapi, kalau dilihat lebih cermat, Sunaryo justru sangat asyik mengolah kontraksi bentuk yang terjadi antara bahan kaca dan batu.Pesan yang muncul sejatinya bukan ekspresi tentang rasa sakit akibat benturan benda tajam (nonseni rupa), tapi fenomena kebentukan yang lahir ketika material bervolume yang kukuh (batu) dengan material yang mudah pecah (kaca). Artinya, Sunaryo adalah buah hati modernisme.Bagaimana dengan Tisna Sanjaya, 49 tahun? Dosen Studio Grafis Fakultas Seni Rupa ITB itu hidup ketika jagat seni rupa Indonesia mengalami guncangan karena derasnya pengaruh seni rupa kontemporer pada perupa dekade 1970-an hingga kini.Prinsip seni rupa kontemporer yang bercorak representasional dan "menghalalkan segala cara" bertolak belakang dengan prinsip modernisme. Pada era "chaos" inilah Tisna muncul sebagai perupa berbasis seni grafis.Karya grafis Tisna yang kebanyakan berupa karya etsa, selain menggarap bentuk-bentuk representasional, juga sarat narasi teks, semisal tentang kekerasan di ranah publik. Tapi pada pameran ini Tisna mengaku sulit memberi tafsir pada tema yang disodorkan kurator.Akhirnya Tisna justru mengikuti kata hatinya. Ia membuat karya etsa dengan mengeksplorasi bentuk geometris yin dan yang serta diisi dengan bentuk-bentuk representasional yang dikaburkan. "Saya bicara sejarah dari kekarutmarutan yang terjadi di Indonesia. Sejarah selalu menghasilkan ingatan yang chaos," katanya. Tapi justru pengaburan (secara teknis) citraan representasional itulah yang menunjukkan jejak modernis pada diri Tisna.Hal serupa tampak pada karya R.E. Hartanto, 33 tahun, dan Prilla Tania, 27 tahun. Hartanto asyik bergulung dengan untaian kabel dan bentuk peralatan teknik berupa mesin ataupun sirkuit elektronik dalam citraan hitam-putih karya cetakan digital. Dengan ringan Hartanto memberi label pada karya ini sebagai abstraksi sejarah peradaban manusia.Akan halnya Prilla Tania ribet dengan abstraksi bentuk makhluk dari zaman prasejarah hingga era digital dengan menggunakan medium sulaman benang putih di atas kain hitam. Selebihnya, terserah Anda.RAIHUL FADJRI
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

33 hari lalu

Pameran Voice Against Reason. Foto: Museum Macam.
Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.


Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

39 hari lalu

Pameran seni rupa Islami berjudul Bulan Terbit  sejak 15 Maret hingga 14 April 2024 di Grey Art Gallery Bandung. (Dok.Grey)
Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.


Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Karya instalasi buatan Michelle Jovita berjudul Massa Manusa. (Dok.pameran).
Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance


Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Pameran Lengan Terkembang: Ruas Lintas - Abilitas di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space Bandung melibatkan belasan peserta seniman difabel.  Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.


Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Artsiafrica#2 di Galeri Pusat Kebudayaan Bandung berlangsung 16 - 30 September 2023. Foto: Dok.Galeri.
Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.


Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Pameran kelompok Ambari di Galeri Orbital Dago Bandung hingga 17 September 2023. (TEMPO/ANWAR SISWADI)
Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.


Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Lukisan karya Iwan Suastika berjudul Beauty in a Chaotic Rhythm. Dok. D Gallerie
Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.


Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Karya Dionisius Caraka berjudul Tumbukan Lato-lato di Galeri Ruang Dini Bandung. TEMPO/ANWAR SISWADI
Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.


Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Karya Isa Perkasa berjudul Masker 2024. (Dok.Pribadi)
Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.


Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

(kiri ke kanan) Hilmar Faris, Claire Siregar, Sylvia Siregar pada acara pembukaan Bianglala Seribu Imajinasi, di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 April 2023. Foto: TEMPO | Gabriella Amanda.
Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.