TEMPO.CO, Yogyakarta - Kotagede, kawasan cagar budaya, bersiap dengan pentas Pasar Keroncong Kotagede 2016 pada Sabtu, 3 Desember 2016. Penyanyi Oppie Andaresta dan Syaharani akan ikut meramaikan pentas musik itu. Ada pula komedian Yati Pesek. Selain itu, orkes keroncong Kotagede Cahaya Muda dan Gambang Semarang Art Company menjadi penampil dari 16 kelompok orkes keroncong.
Sekretaris acara, Alfan Farhan, mengatakan Pasar Keroncong Kotagede bertajuk “Keroncong Jiwa Raga Kami” merupakan inisiatif dari warga Kotagede dan seniman Yogyakarta. Mereka mendapat dukungan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Warga Kotagede bekerja sama membuat panggung yang ditata dengan tampilan artistik. Misalnya, membuat lorong-lorong di sekitar panggung. Pengunjung juga disediakan tempat untuk berfoto. Pasar Keroncong Kotagede tahun kedua ini menyediakan tiga panggung di sekitar Pasar Kotagede. Panggung sayangan berada di barat Pasar Kotagede, panggung sopingen di barat daya pasar, dan panggung loring di utara Pasar kotagede.
Pasar Keroncong Kotagede akan dimulai pukul 19.00 dan dibuka oleh Slamet Raharjo. Sebanyak 16 orkes keroncong dari Bandung, Malang, Semarang, dan Kotagede akan tampil menghibur pengunjung. “Selain menjadi klangenan, pasar keroncong bisa dinikmati kalangan muda,” kata Alfan ketika dihubungi, Selasa, 29 November 2016.
Alfan berujar, di Kotagede, keroncong ada mulai tahun 1930. Kini, Kotagede punya penyanyi keroncong yang pernah juara tingkat nasional keroncong, Subarjo H.S. Pergelaran pasar keroncong ini, menurut dia, sebagai upaya agar musik tersebut terus berkelanjutan dan tidak punah. Kotagede yang berdiri pada abad 16 tidak lepas dari sejarah panjang keroncong yang berkembang di sana.
Di Kotagede lahir dan berkembang keroncong pada abad XX. Di Kotagede berkembang keroncong moor, stambul, keroncong beat yang terpengaruh The Beatles, dan keroncong yang terpengaruh musik dangdut. Keroncong berkembang seiring dengan pertumbuhan kota-kota di Pulau Jawa pada abad ke-16. Musik ini berakar dari musik yang dibawa para pelaut Portugis ke Indonesia. Di Indonesia, musik keroncong berevolusi dengan masuknya unsur musik tradisional yang membentuk musik keroncong.
Musik tersebut mempertemukan musik bergaya Eropa, Melayu, Arab, dan Indonesia yang multibudaya. Keroncong fleksibel dan terbuka terhadap banyak budaya sehingga menghasilkan seriosa, stambul, dan langgam. “Banyak kalangan meyakini keroncong akan langgeng sepanjang jaman,” kata Alfan.
SHINTA MAHARANI