TEMPO.CO, Denpasar - Ratusan perangko, surat dan kartu pos dipamerkan di ajang Baliphex 2016 yang digelar di Kantor Pos Renon Denpasar sepanjang 22-26 November 2016. Benda-benda filateli itu menggambarkan sejarah Bali itu sekaligus memberikan informasi kepada pengunjung pameran tentang sebuah rezim pemerintahan.
Ketua Komunitas Filateli Kreatif Indonesia Bali-Nusa Tenggara Anak Agung Ayu Daninda mengatakan pada zamannya perangko merupakan salah satu medium propaganda yang luar biasa menyimpan pesan secara implisit.
"Rezim kepemerintahan memakai perangko untuk menyampaikan pesannya (program pemerintah)," katanya usai pembukaan Baliphex di Kantor Pos Renon Denpasar, Selasa, 22 November 2016.
Ia menjelaskan, walaupun saat ini dunia informasi sudah dikemas dalam teknologi yang canggih. Namun, menurut Ayu, cara berkomunikasi kekinian ada sesuatu yang tidak bisa dinikmati penghayatannya.
"Kalau kita baca tulisan tangan seseorang adalah sesuatu yang khas seperti mendengar suaranya. Itu melatih kepekaan rasa kemanusiaan," ujar Ayu. "Itu tidak bisa didapatkan dalam komunikasi sekarang yang font sudah sama semua."
Baliphex 2016 juga dimeriahkan peluncuran perangko edisi khusus dan sampul peringatan. Karya seni yang digunakan dalan perangko dan sampul peringatan itu adalah desain buatan Alit Ambara.
Alit dikenal sebagai perupa asal Bali yang karya desainnya bernuansa pemberontakan dan pergerakan sosial. Desain visual Alit sering digunakan untuk mewarnai gerakan perlawanan rakyat Bali menolak reklamasi Teluk Benoa.
"Kami menggandeng Alit Ambara, dia figur berpengaruh karena hasil karyanya secara visual melekat dalam ingatan. Tujuan saya menarik generasi muda mesti ada figur yang dikenal," tutur Ayu.
Alit membuat sebuah desain gambar penari Bali yang dipadukan dengan siluet eksavator. Simbol patra Bali dan geometri mempertegas sentuhan eksotik tradisonal yang berpadu dalam gejolak perlawanan.
"Elemen geometri modern yang universal, bentuk-bentuk yang berdasarkan dari alam (geo). Setiap kebudayaan mengenal geometri. Padukan isu kekinian di Bali gerakan tolak reklamasi, dan inilah imaji tentang Bali sekarang, tradisional, modern, indah, rusak, kuat, rapuh," kata Alit.
Tak jauh berbeda dengan Ayu, Alit juga menilai perangko juga merupakan medium propaganda. Ia mencontohkan desain-desain prangko pasca tragedi pembantaian massal G30S pada 1965. "Pasca 1965 ada banyak perangko turisme yang digunakan," katanya.
BRAM SETIAWAN