TEMPO.CO, Barito Kuala - Tiga penyair puisi asal Kalimantan Selatan sukses menjadi nominator tiga besar dalam ajang Tifa Nusantara ke-3 di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Mereka terdiri atas Abdurrahman El Husaini asal Martapura dengan puisi berjudul “Tak Usah”; Ariffin Noor Hasby asal Banjarbaru dengan puisi berjudul “Ingin Kukembalikan Saja Kata-Kata”; dan Muhammad Advianoor Adzemi asal Barabai dengan karya puisi berjudul “Kudengar Hentak Kurung-Kurung Dari Bebukitan”.
Ketua tim kurator, Syarkian Noor Hadie, mengatakan penetapan ketiga sastrawan itu atas dasar penilaian objektif dengan melihat estetika, materi, dan bobot puisi. Tiga karya puisi ini menyisihkan 251 puisi yang masuk dalam buku antologi puisi Tifa Nusantara ke-3.
“Kami fair saja enggak ada sentimen kedaerahan, karena ini kan sifatnya Nasional. Yang menentukan kolektivitas tim kurator,” ujar Syarkian usai acara penutupan Tifa Nusantara ke-3, Sabtu malam 29 Oktober 2016.
Kurator yang terdiri dari lima orang awalnya memutuskan ada sepuluh dari 251 penyair layak masuk nominator. Lima dari sepuluh besar nominator penyair itu terdiri atas Sosiawan Leak, Abdurrahman El Husaini, Ariffin Noor Hasby, Dian Rusdiana, dan Muhammad Advianoor Adzemi.
Menurut Syarkian, tim kurator akan membatalkan nominasi jika si nominator berhalangan hadir langsung menerima hadiah. “Jika penulis puisi nggak hadir, maka digantikan penulis puisi di bawahnya,” kata Syarkian.
Kebetulan, nominator pertama, Sosiawan Leak asal Solo dan nominator keempat, Dian Rusdiana asal Bekasi, absen pada gelaran Tifa Nusantara ke-3. Walhasil, posisi Sosiawan dan Dian diambil alih masing-masing oleh Abdurrahman Husaini dan Muhammad Advianoor Adzemi.
Syarkian enggan berspekulasi apakah capaian ini sebagai sinyal kebangkitan sastra puisi di Kalimantan Selatan. “Mudah-mudahan saja bisa me-nasional,” ia menambahkan.
Abdurrahman Husaini mengaku bersyukur atas capaian moncer di ajang Tifa Nusantara ke-3. Kebetulan, Husaini pun baru pertama kali ikut menyemarakkan Tifa Nusantara. Namun, ia enggan menganggap prestasinya suatu keberuntungan.
“Karena seleksinya ketat. Mungkin, lokalnya materi puisi saya jadi kekuatan dan berhubungan dengan tempat dilaksanakannya acara,” ujar Husaini menerka. Menurut dia, pentas sastra di Kalimantan Selatan sejatinya sudah lama menggeliat. Panitia memberikan hadian uang pembinaan sebesar Rp 1,5 juta kepada setiap penyair yang masuk nominasi tiga besar.
Sedikitnya 260-an sastrawan dan budayawan lintas provinsi se-Indonesia berkumpul di Kota Marabaha pada 28-30 Oktober 2016, Mereka berasal dari sejumlah penjuru Tanah Air, seperti Aceh, Jawa Timur, Maluku, Yogyakarta, dan Banten. "Intinya, pertemuan ini untuk saling tukar ilmu dan pengalaman, yang tua dan muda bisa berbagi ilmu. Enggak ada istilah senioritas dan junioritas, semua sama," kata penyair senior dari DKI Jakarta, Salimi Ahmad.
DIANANTA P. SUMEDI