TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh sastra Indonesia Umbu Landu Paranggi tampak khusuk duduk di tepian panggung mini Jatijagat Kampung Puisi, Denpasar. Ia tak beranjak menyaksikan berbagai pementasan dalam acara peluncuran buku kumpulan puisi 'Montase' karya penyair asal Bali I Wayan 'Jengki' Sunarta.
Peluncuran buku kesembilan karya penyair kelahiran Denpasar, 22 Juni 1975 itu juga sekaligus memperingati berdirinya Fakultas Sastra, Universitas Udayana tempat Jengki kuliah. Kepada Tempo, Jengki mengatakan bahwa kata 'Montase' sesuai dengan aneka tema puisi yang disajikan dalam bukunya.
"Ada 55 puisi yang sudah aku pilih dari jumlah 109 puisi. Semua puisi di buku ini aku buat sejak 2010 sampai 2016," katanya di Jatijagat Kampung Puisi, Denpasar, Kamis, 29 September 2016 malam.
Ia menjelaskan Montase dalam bahasa Inggris sesungguhnya lebih dekat dengan seni rupa. Namun, bisa juga pada sastra, musik, tari, atau seni lainnya. Menurut dia, secara umum Montase dapat diartikan sebagai komposisi yang dihasilkan dari percampuran unsur berbagai sumber.
“Montase dipilih sebagai judul mengacu pada keberagaman tema, ekspresi batin, dan gaya ucap yang disatukan menjadi sebuah buku yang utuh," ujarnya.
Jengki menuturkan meski banyak puisi dalam bukunya yang mengangkat tempat atau daerah sebagai subjek matter. Namun dari sana ekspresi batin hal itu berkembang ke berbagai persoalan lain, seperti kritik sosial, permasalahan lingkungan, kisah cinta, kecemasan, dan renungan spiritual. "Aku ingin judul yang unik sekaligus menghidupkan kata ini (Montase)," tuturnya.
Jengki menambahkan buku karyanya ibarat 'anak rohani' yang merangkum perjalanan kehidupannya yang berkiprah dalam dunia sastra Indonesia sejak 1990-an. Di dalam buku 'Montase', Jengki menyampaikan pemberontakannya terhadap rencana reklamasi di Teluk Benoa. Di halaman 57 buku yang diterbitkan oleh 'Pustaka Ekspresi' terdapat puisi berjudul 'Teluk Benoa' yang ditulis pada 2015.
"Aku sudah terlibat dalam gerakan dan idealisme menjaga tanah Bali. Banyak protes sosial aku bungkus bernuansa cinta," katanya. "Buku ini banyak puisi kritik, contohnya ada lima seri puisi tentang Negara Dunia Ketiga yang aku garap tahun 2013."
Adapun Umbu Landu Paranggi dalam sambutannya menuturkan sejak 56 tahun lalu mengenal kata Montase. "Di Yogyakarta lewat sandiwara radio berbahasa Jawa. Dan, Jengki mengutip kata Montase dalam bukunya," tuturnya. "Saya mensyukuri malam ini."
Selain itu Putu Bonuz pelukis asal Nusa Penida, Klungkung menilai Jengki adalah seorang penyair yang luas pengalamannya. "Jengki sering masuk ke segala sekte-sekte seni, karyanya sering merespon dari segala pegaulannya. Apapun yang menyentuh dirinya, dia tulis jadi puisi," katanya.
BRAM SETIAWAN