TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah maraknya industri perfilman Indonesia yang lebih banyak berpusat di Pulau Jawa, film NOKAS membuktikan bahwa eksplorasi kultur dan budaya Indonesia Timur juga tak kalah menarik. Hal ini dibuktikan dengan film NOKAS yang berhasil menembus Eurasia International Film Festival 2016 di Kazakhstan pada 27 September 2016.
Film NOKAS merupakan karya sutradara asal Kupang, Manuel Alberto Maia. Abe, sapaan akrab Manuel Alberto Maia, menceritakan film ini bermula dari pertemuannya dengan Nokas pada April 2013. Abe tertarik dengan Nokas ketika mengetahui dirinya adalah seorang petani muda dan belum menikah.
“Ini tentu saja menarik karena saat ini jarang menjumpai anak muda Kupang yang mau berkebun. Kebanyakan anak muda Kupang lebih memilih menjadi perantau ataupun nongkrong di tempat biliard yang bersebaran hampir disetiap gang.” tutur Abe seperti dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa, 20 September 2016.
Setelah melakukan proses riset selama 8 bulan, akhirnya Abe memulai produksi film dengan merekam keseharian keluarga Nokas. Abe pada mulanya ingin merekam kehidupan seorang anak muda yang bertani ditengah ancaman perampasan lahan. Namun, dalam proses syuting Abe dibawa ke dalam kompleksitas kehidupan keluarga Nokas dalam mempersiapkan pernikahan Nokas.
"Akhirnya diputuskan film ini berfokus pada usaha Nokas untuk menikahi pacarnya ditengah budaya Timor yang mengharuskan Nokas membayar mahar kawin yang ditetapkan oleh keluarga perempuan.” ujar Abe.
Selama proses produksi film selama tiga tahun, Abe juga dibantu oleh Shalahuddin Siregar sebagai produser dan editor. Shalahuddin Siregar dikenal sebagai seorang pembuat film dokumenter yang merupakan alumni Eagle Awards serta sutradara film Negeri di Bawah Kabut.
Shalahuddin menilai banyak film yang diproduksi di luar Jawa, tetapi oleh pembuat film dari Jawa dengan sudut pandang Jawa. Hanya sedikit sekali pembuat film dari luar Jawa yang ‘suaranya’ bisa terdengar di tingkat nasional, apalagi internasional. Nah, persoalannya adalah perkembangan produksi film ini masih membutuhkan dukungan infrastruktur lain selain teknologi, yaitu dana, jaringan, dan keahlian. "Adalah penting untuk pembuat film lokal mewakili diri mereka sendiri, dengan sudut pandang mereka dan kultur mereka sendiri,” tuturnya mengenai alasan keterlibatan dirinya dalam mendukung produksi film NOKAS.
BISNIS