TEMPO.CO, Jakarta - Terinspirasi film horor bisu hitam-putih Jerman, Nosferatu, karya Friedrich Wilhem Murnau, sutradara Garin Nugroho membuat film Setan Jawa. Film hitam-putih ini akan diiringi orkestra musik gamelan yang digarap seniman Solo, Rahayu Supanggah.
Film ini berkisah tentang cinta dan tragedi kemanusiaan berlatar awal abad ke-20. Film ini menceritakan pemuda miskin Setio jatuh hati dengan Asih, putri bangsawan Jawa. Lamaran Setio ditolak. Hal itu membuatnya mencari peruntungan dengan meminta bantuan kepada iblis lewat pesugihan kandang bubrah. Pesugihan ini dilakoni agar dia mendapat kekayaan demi melamar Asih.
Kemudian, mereka pun bersatu. Asih mengetahui suaminya menjalani laku pesugihan kandang bubrah. Perempuan itu meminta setan pesugihan menjadikan suaminya tiang penyangga rumah saat kematiannya nanti.
“Setan Jawa dikisahkan dalam bingkai sejarah periode awal abad ke-20 sebagai konsep waktu yang menarik untuk dieksplorasi,” ujar Garin, produser dan sutradara Setan Jawa, dalam siaran pers yang diterima Tempo.
Menurut Garin, ekspresi film dimungkinkan bergerak antara tradisi dan kontemporer dalam beragam silang disiplin dan budaya. Film ini, kata Garin, menyatukan perspektif kontemporer dengan tari tradisi, musik, hingga fashion dalam ruang bebas interpretasi.
Film bisu ini menggambarkan latar awal abad ke-20, selaras dengan waktu tumbuhnya film hitam-putih, sekaligus merebaknya fashion, sastra, dan berbagai bentuk seni hiburan di puncak kolonialisme Belanda. Dia menjelaskan, film ini bukan drama sejarah, tapi memang dibingkai sejarah dan referensi. Era kolonial awal abad ke-20 adalah masa pengembangan industrial disertai pengembangan infrastruktur. Pada waktu itu pertumbuhan gerakan nasionalisme dan identitas manusia Jawa muncul.
Pada era ini, hal-hal mistis tentang Jawa tumbuh seiring dengan munculnya Theosofi, sebuah gerakan religius berbasis harmoni beragam perspektif kepercayaan. “Jalan pesugihan menjadi populer untuk meraih masa depan lebih baik sekaligus sebagai mobilitas sosial dalam dunia baru yang penuh tekanan.”
Untuk mengiringi film bisu ini, Rahayu Supanggah kembali berkolaborasi dengan Garin. Ini adalah proyek keduanya setelah 10 tahun mereka berkolaborasi dalam proyek Opera Jawa.
Rahayu Supanggah adalah seniman musik yang telah dan masih mengenalkan dan mempopulerkan musik gamelan ke kancah dunia selama lebih dari 40 tahun. Rahayu Supanggah akan menampilkan orkestra gamelan yang dimainkan langsung 20 pengrawit (pemusik gamelan). Film ini juga akan menampilkan Asmara Abigail sebagai Asih, Heru Purwanto sebagai Setio, dan Luluk Ari sebagai Setan Jawa.
Film bisu hitam-putih dengan orkestra musik gamelan akan diputar perdana pada 3 dan 4 September 2016 pukul 20.00 WIB di Gedung Teater Jakarta, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.
Pada 2012, pemutaran Nosferatu juga diiringi Batavia Madrigal Singers dan Capella Amadeus. Mereka membawakan komposisi musik ciptaan Pierre Oser. Pemutaran world premier akan dilakukan saat Opening Night of Asia Pacific Triennial of Performing Arts di Melbourne, Februari 2017.
DIAN YULIASTUTI