TEMPO.CO, Jakarta - Pameran Koleksi Istana Kepresidenan 17:71 Goresan Juang Kemerdekaan di Galeri Nasional menampilkan 28 lukisan koleksi. Pemeran ini menyedot perhatian masyarakat dan menghadirkan keluarga para pelukis yang masih hidup.
Para keluarga pelukis rupanya ikut melihat pameran. Mereka bangga dan bahagia dengan lukisan yang jarang atau belum pernah dilihat. Mereka datang berbondong-bondong melihat karya orang tua atau kakeknya.
Kurator pameran, Mikke Susanto, mengatakan pameran ini membuka tabir yang terjadi saat proses pembuatan lukisan atau siapa di balik lukisan itu. Kedatangan keluarga ini, menurut dia, cukup menggembirakan dan menambah data mengenai lukisan.
“Keluarga Mahjuddin—anak dan cucunya, nama Pak Mahjuddin ini bahkan di pasar seni tidak dikenal, tapi ada beberapa karyanya di Istana. Lalu ada keluarga Pak Surono mengenakan kaus keluarga. Ada juga anak model lukisan, Diego Rivera,” ujar Mikke dalam Seminar Karya Seni Rupa dan Sejarah Indonesia di Galeri Nasional, Senin, 22 Agustus 2016.
Dia juga menyatakan pameran ini mengungkapkan hal-hal yang belum muncul dalam buku atau dokumentasi tentang lukisan atau karya. Hal ini menjadi catatan sejarah yang belum selesai sehingga ada peluang diinterpretasi ulang. Seperti halnya lukisan Memanah karya Henk Ngantung. Rupanya lukisan ini memunculkan polemik tentang model lukisan.
Menurut keluarga Henk Ngantung yang hadir di seminar itu, Kamang Ngantung, model wajah laki-laki dalam lukisan tersebut, adalah wajah ayahnya. Sedangkan lengan kanan adalah lengan Presiden Sukarno. Ada pula keluarga Marius Ramis Dayoh yang mengklaim model dalam lukisan tersebut.
Dia menceritakan ayahnya yang tak mau diganggu keluarganya ketika sedang melukis. “Dia kalau melukis, semua pintu dikunci, jendela juga begitu. Jadi kami susah masuk rumah,” ujar Kamang, disambut tawa hadirin.
Hadir pula dalam acara itu, Watugunung, putra pelukis S. Sudjojono dan Mia Bustam, yang memberikan koreksi terhadap keterangan lukisan S.Sudjojono berjudul Mengungsi. Lalu ada cucu pelukis, Dullah, anak Henk Ngantung.
Menurut Mikke, selama 20 hari pameran digelar, antusiasme masyarakat melihat pameran cukup besar. Pameran berlangsung sebulan, pada 1-31 Agustus 2016. “Rata-rata 2.000 pengunjung per hari,” ujarnya. Pameran ini terbuka gratis. Namun pengunjung harus mendaftar terlebih dulu. Bisa mendaftar langsung atau secara daring.
DIAN YULIASTUTI