TEMPO.CO,Solo -Setelah menggebrak Solo dengan karya-karya dan kolaborasi dengan beberapa seniman di bekas Pabrik Gula Colomadu, Koreografer Sardono W. Kusumo siap beraksi di Singapore International Festival of Arts (SIFA) 2016. Dalam acara tersebut, dia akan menyajikan koreografi berjudul Black Sun.
Festival bertajuk Sardono's Retrospective tersebut digelar di Malay Culture Heritage Singapura, 11-27Agustus. Black Sun akan dipentaskan di hari terakhir festival tersebut. Dia membawa 14 penari untuk mementaskan tari garapannya itu, salah satunya Tony Broer. Musik koreografi ini digarap tim di bawah Otto Sidharta.
Karya itu terinspirasi dari keprihatinan dengan banyaknya gelombang pengungsi dari daerah konflik. Ironisnya, banyak negara yang menolak kehadiran para pengungsi tersebut. Padahal, para pengungsi sudah mengarungi lautan ribuan kilometer untuk mencari perlindungan.
"Mereka mengarungi lautan tanpa ada tujuan pasti," kata Sardono dalam konferensi pers di Solo, Selasa 9 Agustus dan Rabu, 10 Agustus 2016.
Sardono’s Retrosepctive dalam SIFA merupakan ungkapan artisik Sardono dalam perjalanannya lebih dari 50 tahun terakhir. Karena itu, selain unjuk kebolehan koreografi, Sardono juga akan menampilkan puluhan karya lukisannya ke festival tersebut. Dia mencontohkan, ada empat lukisan yang dibuat di atas kanvas setinggi 20 meter. Selain itu, dia memiliki karya lukisan di atas kanvas sepanjang delapan meter.
Baca Juga:
Dalam festival itu Sardono juga akan menyajikan painting performance selama dua hari. Dalam sajian itu Sardono akan menunjukkan teknik melukis di kanvas-kanvas panjang dipadukan gerakan tubuh dalam menari dan menghasilkan lukisan yang ekspresif. "Kurator festival tertarik dengan lukisan saya yang dianggap tidak lazim," katanya.
Program lain Sardono yakni penayangan film-film dokumentasi karyanya sejak 1970. Saat berusia 25 tahun, dia melakukan banyak perjalanan ke berbagai pulau dan area terpencil. Di sana dia bertemu dengan banyak suku seperti Nias, Papua, Dayak dan sebagainya. Dia merekamnya dengan kamera 8mm.
Menurut kurator festival, Ong Keng Sen, Sardono W. Kusumo adalah contoh dari inovasi – di mana seniman-seniman ternama kerap keluar dari “aturan” berkesenian yang sudah mereka kuasai dan menyentuh area yang belum pernah dijelajahi. Dengan tema retrospective, SIFA merayakan seni dari Asia Tenggara melalui guru besar seni tari terbaik dari Indonesia ,“Dalam bentuk tari revolusioner sebagai warisannya dalam mengekspresikan diri hingga hari ini,” ujarnya.
Demikian pula dengan retrospektif pendalamam film ethologi Sardono sejak tahun 70-an ketika ia menjelajah nusantara, merekam beragam komunitas masyarakat di pedalaman, sampai dengan fase terkini yaitu proses dalam eksperimen melukis.
Keberangkatan Sardono ini mendapat dukungan dari Bank Mandiri melalui Madiri Art dan Dayalima yang terlibat sejak Opera Diponegoro. "Kami mendorong agar seni asal Indonesia lebih di kenal di kancah internasional," kata Chief of Mandiri Art, Rohan. Dia juga memandang sosol Sardono sebagai seorang seniman yang telah mengabdikan hidupnya untuk pengembangan seni dan budaya.
Singapore International Festival of Arts (SIFA), merupakan festival seni yang telah berlangsung sejak tahun 1977, diorganisir dan dikelola secara mandiri oleh Arts House Limited atas arahan dari Dewan Kesenian Nasional Singapore. SIFA menyajikan tontonan berkualitas mulai dari teater, tari, dan musik yang bertujuan untuk menginspirasi beragam masyarakat luas.
AHMAD RAFIQ|DIAN Y