TEMPO.CO, Jakarta - Sepekan setelah masuk kompetisi Venice International Film Festival, film On the Origin of Fear masuk program kompetisi film pendek “Short Cuts” di Toronto International Film Festival 2016.
On the Origin of Fear adalah film debut Bayu Prihantoro Filemon. Film berdurasi 12 menit tersebut berbicara tentang pengalaman traumatis generasi ‘80-an atas reproduksi teror dan kekerasan dalam film propaganda sejarah produksi Orde Baru pada 1984.
Bayu menuturkan, sebagai generasi yang lahir pada 1980-an, dia harus menyaksikan salah satu film fiksi tentang peristiwa 1965. Film tersebut menampilkan versi resmi sejarah negara yang dibangun melalui teror. Di dalamnya terdapat adegan penculikan, pembunuhan, tarian, dan nyanyian glorifikasi kekerasan dalam film. Film yang dia saksikan itu menjadi teror dan membuat trauma. Hingga akhirnya dia membuat sebuah film pendek dengan adegan mereproduksi adegan teror.
Film yang ia buat itu merupakan sebuah upaya melawan rasa trauma akibat film tersebut. Dia berharap, dengan film yang dibuatnya itu, generasi muda bisa berbesar hati menerima fakta bahwa bangsa ini mempunyai periode sejarah yang gelap. “Agar kita bisa melangkah ke depan lebih ringan penuh martabat sebagai bangsa yang besar,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Tempo, Rabu, 10 Agustus 2016.
Amerta Kusuma dan Yulia Evina Bhara, produser On the Origin of Fear, mengatakan produksi film ini adalah sebuah pernyataan sikap dari generasi muda yang terus mencari kebenaran sejarah tentang sejarah peristiwa ’65, yang hingga sekarang masih gelap. Film ini diharapkan menjadi salah satu kontribusi dari generasi muda agar kita semakin melangkah maju tentang peristiwa ’65, yang pada masa lalu seperti tabu untuk dibicarakan.
Selain On the Origin of Fear, film Indonesia lain, Istirahatlah Kata-kata, berkompetisi di Locarno International Film Festival. Film tentang Wiji Thukul ini bersaing dengan belasan film dari negara lain, termasuk dari Malaysia. Direktur Produksi Film Negara (PFN) Abduh Aziz, yang sedang berada di Locarno, menyambut baik kabar tersebut.
“Ini adalah sebuah berita baik yang harus direspons segera oleh negara. Film kita sudah sangat banyak bisa menembus festival besar di dunia,” ucapnya.
Karena itu, kata dia, negara harus mendukung para pembuat film agar bisa terus memproduksi film berkualitas sehingga Indonesia betul-betul ada dalam peta film dunia.
DIAN YULIASTUTI