TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Sanur Creative Hub di Denpasar menggelar pemutaran film dokumenter berjudul Bless This Mess. Film karya Panca Dwinandhika Zen berdurasi 35 menit itu bercerita tentang kehidupan mantan narapidana yang memiliki tato Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banceuy, Bandung.
Film dokumenter ini menceritakan bagaimana kegiatan para pembuat tato di dalam Lapas Banceuy. Proses penggarapan keseluruhan film tersebut, kata Panca, memakan waktu 2 tahun. "Termasuk riset dan proses pendekatan dengan masing-masing narasumber," katanya di Rumah Sanur Creative Hub, Denpasar, Minggu, 7 Agustus 2016. "Ini film pertama saya."
Melalui film bertema tato dan stigma kriminalisasi ini, Panca ingin menyadarkan masyarakat supaya lebih terbuka terhadap seni tato. Selain itu, dia ingin mengingatkan sekaligus menceritakan kronologi stigma kriminal pada tato.
"Ada lima narasumber dari masa 1980-an, 1990-an, 2000-an. Usia mereka dari 29 tahun sampai 60 tahun. Lima mantan narapidana itu terlibat kasus narkoba dan penusukan," ujarnya. Ia sengaja memilih lima narasumber dari berbagai usia agar tidak terjebak pada satu masa saja.
Panca mengaku tak ada kesulitan menggali informasi dari mereka. "Responsnya, mereka merasa tertarik bercerita karena selama ini tidak ada yang minat bertanya kepada mereka," ujarnya. "Film itu berusaha memberi ruang bertutur bagi mereka yang selama ini terus mengalami stigmatisasi."
Ia menuturkan kehidupan narapidana yang memiliki tato bisa menunjukkan posisi mereka di antara rekan-rekannya. "Di penjara ditelanjangi, dihitung tatonya. Ada stratanya, makin banyak tato makin disegani," kata pria yang menyenangi motif tato Nusantara ini.
Selama 5 tahun ia bergelut di dunia tato. Ia mempelajari tato dari segala aspek secara komprehensif, yaitu tradisi, kriminal, dan urban. "Saya melihat tato sebagai salah satu subyek yang menarik untuk survive (bertahan), bersosialisasi, bernilai artistik, dan untuk mencari uang juga bisa," tuturnya.
BRAM SETIAWAN