TEMPO.CO, Jakarta –Lima tahun sudah Muhammad Tulus Rusydi berkiprah di panggung musik Indonesia. beberapa lirik lagunya yang puitis kerap dikutip banyak orang untuk menggambarkan pengalaman mereka.
Tak melepas unsur puitis, dalam album ketiganya, Monokrom, Tulus mencoba menyodorkan sepuluh lagu yang siap diperdengarkan. Di album pertama, Tulus mencoba memperkenalkan diri menggunakan judul Tulus kepada orang-orang yang akan mendengarkan musiknya. Barulah di album kedua, Gajah, lulusan Arsitektur Universitas Parahyangan ini membawa spirit pendengar soal perlunya berkompromi dengan masa lalu.
Di album terbarunya, Monokrom, Tulus berujar ingin berterima kasih kepada banyak pihak yang telah membentuknya hingga saat ini. Selain itu, Tulus mencoba menghadirkan banyak hal baru. “Dari sisi musikalitas, di album ini, saya dan produser mengeksplorasi hal baru,” ujar Tulus saat dijumpai di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu, 3 Agustus 2016.
Album Monokrom dibuka dengan lagu berjudul Manusia Kuat. Dalam lagu ini, Tulus ingin menggambarkan sosok yang tak mudah patah semangat. “Lagu ini berisi ajakan dan seruan untuk pribadi yang lebih kuat,” ujar Tulus. Lagu tersebut cocok menjadi pembuka karena punya hentakan tuts piano yang kuat, diiringi dram dan string section. Liriknya pun turut menyampaikan pesan yang membangun kala pertama kali lagu didengar.
Masuk ke track selanjutnya, Pamit. Lagu ini sudah lebih dulu diperdengarkan sebagai single pertama di album dia. Lagu dengan cerita sederhana, dari nada dan lirik di bait pertama, pun isyaratnya sudah nyata: dua insan yang tak bisa lagi bersama.
Lagu ketiga, Ruang Sendiri, sudah diluncurkan sebagai single kedua, lengkap dengan video klip yang digambarkan melalui gerak tanpa suara oleh artist performance, Melati Suryodarmo.
Tulus mencoba menggambarkan imajinasinya soal solusi untuk memahami orang lain. Tukar Jiwa, dalam imajinasinya, mampu jadi solusi dua manusia untuk saling memahami lewat sudut pandang mereka selama ini.
Tulus masih punya stok cerita cinta yang secara umum bisa dialami siapa saja, seperti yang ia hadirkan dalam lagu Tergila-gila. Di lagu Cahaya, Tulus menyebutnya sebagai lagu dengan lirik berisi gombalan paling proporsional. “Maksudnya, ya tidak mengada-ada. Sosok dalam lagu ini memposisikan diri, seperti bisa melakukan apa pun, tapi masih dalam level masuk akal,” ujar Tulus saat menjelaskan alasan gombalan proporsionalnya.
Langit Abu-abu sebagai pengisi track ketujuh mengingatkan pendengar dengan lagu Sewindu: kisah orang yang ditinggalkan, kala yang ia suka memilih dengan yang lain. Namun lagu ini tetap merangkum kisah yang berbeda bila didengar secara utuh.
Lagu Mahakarya berisi pesan kedua orang tua Tulus. Menurut dia, pesan yang diterima dari orang tuanya tersebut menjadi tolak ukur untuk tak berpuas diri dalam berkarya. Hidup tak bergantung kepada peruntungan, tapi kerja keras.
Di lagu Lekas, Tulus mempersilakan siapa saja yang punya kesedihan, duka, untuk menangis. Tapi ia menolak meratap lebih larut. Menurut dia, waktu terlalu berharga untuk dihabiskan dengan meratapi duka.
Monokrom, lagu terakhir, yang juga diambil sebagai judul album, menjadi pamungkas. Ia mengenang masa-masa hidupnya lewat foto-foto bernuansa monokromatik. Ia memanggil ingatan warna, bau, suara, lewat rekaman gambar masa lalu, masa yang ia lewati bersama banyak orang dan banyak kisah yang membentuk dirinya seperti sekarang.
AISHA SHAIDRA