TEMPO.CO, Magelang - Arak-arakan patung Dewi Sri, dewi kesuburan dalam mitologi Jawa menjadi satu di antara acara penutup Festival Lima Gunung yang di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah,19-24 Juli 2016. Ini adalah kesenian rakyat yang sudah digelar selama 15 tahun secara mandiri oleh seniman yang berhimpun di Komunitas Lima Gunung. Mereka merupakan seniman yang bekerja sebagai petani.
Patung Dewi Sri berukuran 3 meter itu terbuat dari bambu dan kain. Penduduk Dusun Keron mengarak patung itu mengitari kampung dan berakhir di panggung seni festival. Selain patung, penduduk juga membawa hasil bumi, di antaranya ketela pohon. Bocah dan orang dewasa tumpah ruah dalam kirab.
"Patung Dewi Sri menjadi simbol wujud syukur masyarakat dusun itu atas hasil bumi yang melimpah," kata Ketua Sanggar Saujana, komunitas seniman di Dusun Keron, Sujono, Ahad, 24 Juli 2016.
Petani Dusun Keron menanam padi, cabai, kembang kol, jagung, dan sayur. Sumber pangan
yang terpendam dalam tanah juga melimpah. Ada singkong, ubi, talas, dan gembili, kimpul, dan garut.
Acara seni rakyat ini menyuguhkan beragam kesenian. Di antaranya tari, musik tradisional, musik kontemporer, seni instalasi, pameran seni rupa,dan kirab budaya. Ada 200 seniman dari banyak daerah yang tampil dalam acara ini. Satu di antaranya adalah penari topeng Losari dari Cirebon, Nur Anani M. Imran.
Festival dibuka di Gunung Wukir Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Magelang. Kirab budaya keliling kampung yang membawa patung Dewi Sri menutup acara ini. Mereka terdiri dari seniman yang sebagian besar bekerja sebagai petani. Seniman itu tergabung dalam Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh).
Setiap tahun tema yang mereka angkat berbeda. Festival rakyat kali ke lima belas ini bertema Pala Kependhem, yakni hasil pertanian penduduk yang terpendam dalam tanah.
Penggagas Festival Lima Gunung, Tanto Mendut mengatakan kesenian rakyat ini bertahan dengan semangat gotong royong. Acara ini tidak berorientasi pada keuntungan dalam bentuk finansial. Seniman komunitas mengandalkan keguyuban dan rasa saling membantu layaknya orang bersaudara. "Semua orang tumpah ruah tidak memandang mazhab atau aliran tertentu," kata Tanto.
SHINTA MAHARANI