TEMPO.CO, Jakarta - Teater Garasi akan menggelar pertunjukan bertajuk Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi pada 30-31 Juli 2016 di Goethe-Institut Jakarta. Judul ini dipinjam dari sajak terkenal karangan penyair Sapardi Djoko Damono.
Meski meminjam puisi Sapardi, pertunjukan ini mengangkat tema yang berbeda. Disutradarai Yudi Ahmad Tajudin, Teater Garasi akan mementaskan kisah Rosnah, mantan buruh migran yang ingin menjadi “artis” agar bisa bertahan di Jakarta. "Ini adalah karya pertunjukan terbaru Teater Garasi yang bertolak dari pembacaan dan refleksi ihwal order dan disorder," bunyi siaran pers Teater Garasi pada Rabu, 13 Juli 2016.
Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi pertama kali dipentaskan di Yogyakarta pada Juni 2015. Sebelum di Goethe-Institut, pertunjukan ini akan ditampilkan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia pada 26 Juli 2016. Pertunjukan juga didukung Badan Ekonomi Kreatif, Bakti Budaya Djarum Foundation, Direktorat Kesenian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Studio Hanafi.
Pertunjukan ini adalah kunjungan yang riuh pada kenyataan sehari-hari di Indonesia abad ke-21. Kekacauan politik di tingkat yang lebih tinggi—perang global, ketidaksetaraan ekonomi, politik negara, dan ketegangan karena kepercayaan agama—memenuhi keseharian di Indonesia sebagai suara-suara yang saling beradu dan narasi-narasi yang bersitegang. Sedangkan trauma kekerasan sejarah terus menghantui bangsa Indonesia.
Kisah ini adalah pengembangan dan penelusuran lebih jauh dari proyek seni kolektif Teater Garasi yang dilakukan sejak 2008, yang di antaranya menghasilkan pertunjukan Je.ja.l.an dan Tubuh Ketiga. Proyek ini mencoba mempelajari bagaimana ledakan “suara” atau “narasi” ideologis, agama, dan identitas di Indonesia pasca-1998 menciptakan dan menyingkap ketegangan serta kekerasan, baik yang baru maupun yang terpendam.
MOYANG KASIH DEWI