TEMPO.CO, Denpasar - Irama musik folk yang dibawakan Silampukau mengalun indah menghibur para penikmatnya di Rumah Sanur Creative Hub di Jalan Danau Poso, Sanur, Denpasar, pada Sabtu malam, 25 Juni 2016. Petikan gitar yang mengiringi sepuluh lagu yang dibawakan Kharis Junandharu dan Eki Tresnowening menyihir ratusan penonton untuk larut dalam kesederhanaan musik band asal Surabaya, Jawa Timur, itu.
Eki mengatakan, pada kelima kali Silampukau tampil di Bali ini, suasananya terasa lebih menggairahkan. "Penontonnya banyak, bisa asyik menikmati bersama," katanya kepada Tempo, Sabtu, 25 Juni 2016. "Tampil di Bali asyik rasanya, bisa menikmati liburan."
Karya musik duo folk ini memang sengaja diracik untuk menceritakan kehidupan sehari-hari di Kota Pahlawan. Kesederhanaan dan kejujuran menjadi ciri khas dua musikus muda itu dalam berkarya. "Kami awalnya cuma mau genjrang-genjreng saja. Kami memilih folk karena enak untuk menuangkan ide kami ke dalam musik," tutur Kharis.
Alunan musik Silampukau yang sederhana itulah yang menjadi daya pikat para penikmatnya. Trengga Dewi, salah satu penikmat musik karya duo Silampukau, menilai lagu-lagu Silampukau membawanya larut dalam nostalgia kota asalnya, Surabaya.
"Saya sudah empat tahun di Bali. Sebelumnya pernah nonton Silampukau di Kuta, itu pertama kali saya suka dengan musiknya," ujarnya. "Setelah itu saya terus cari lagunya lewat YouTube." Lagu karya Silampukau yang berjudul Puan Kelana menjadi lagu favorit Trengga. "Irama dan liriknya terdengar seksi."
Menurut dia, lirik-lirik lagu yang dibawakan Silampukau sangat berpadu serasi dengan balutan irama akustik musik folk. "Pesan yang saya dapat lebih banyak curhatan orang Surabaya, tentang kemacetan dan tempat hiburan yang sudah tergeser zaman," ucapnya. "Taman Remaja Surabaya dulu booming banget, sekarang kalah ngetren dengan mal-mal."
BRAM SETIAWAN