TEMPO.CO, Yogyakarta - Citraan rakyat jelata berdemonstrasi, menari-nari di langit malam. Aneka gambar itu tentang kritik sosial yang hinggap di tubuh wayang layang jumbo berbentuk burung. L’Oiseau, burung Prancis itu, terbang bersama balon-balon berisikan helium.
Wayang layang itu ciptaan Anne Bitran, sutradara kelompok teater kontemporer asal Prancis, Les Rémouleurs. Empat dalangnya dari Prancis dan Indonesia, memainkannya selama satu jam lebih di halaman Jogja National Museum, Kamis, 28 April 2016.
Itulah pembuka Printemps Francais 2016: Festival Seni Prancis-Indonesia yang bertujuan menjalin persaudaraan Indonesia dengan Prancis. Serangkaian acara dalam festival itu berlangsung pada 28 April-11 Juni 2016 di sejumlah kota di Indonesia.
Kolaborasi yang apik antara Rémouleurs dan seniman Indonesia membuat penonton yang berjubel terpukau. Karya-karya seniman berupa lukisan dan drawing ditembakkan melalui proyektor di tubuh wayang. Tengoklah gambar wayang kertas berkarakter demonstran yang dibuat Herry Dim. Gambar itu merupakan karya barunya yang disiapkan untuk pertunjukan itu.
Ada pula gambar hitam-putih dengan teknik cukil kayu karya Bob Marjinal yang menggambarkan orang-orang marginal. Seorang perempuan mengangkat tangan, seperti orang berorasi. Di bawahnya, ada tulisan sekolah. Lukisan Heri Dono yang kental dengan figur-figur wayang kontemporer dan drawing karya Gepeng Dewantoro ikut meramaikannya. “Semua dipilih sesuai dengan tema tiap babak pertunjukan,” kata Herry kepada Tempo.
Konsepnya, teater boneka berpadu dengan visual lukisan dan drawing yang diiringi permainan kelompok musik etnis kontemporer, Senyawa, yang memainkan alat musik bambu ciptaan anggotanya, Wukir Suryadi. Yang ada hanya suara burung, binatang lain, juga orang merapal mantra. Vokalis Senyawa, Rully Shabara, tak memunculkan lirik lagu. “Vokal bukan sekadar pelengkap permainan instrumen musik atau sebaliknya, tapi keduanya menyatu,” ucap Rully.
Ada empat bab dalam pertunjukan ini. Pertama, pembelajaran, bagaimana manusia menafsirkan dan membaca dunia. Bab kedua ihwal manusia yang saling berbagi pengetahuan atau ada dialog. Selanjutnya tentang kebebasan berpendapat atau protes. Dan bab terakhir tentang imajinasi atau kreativitas. Anne Bitran menekankan terbatasnya akses pendidikan dan pentingnya peran seni untuk menyelesaikan masalah itu.
SHINTA MAHARANI