TEMPO.CO, Denpasar - Seminar tentang Tari Rangda digelar di Rumah Topeng dan Wayang Setiadharma, Ubud, Bali, Minggu, 27 Maret 2016. Alasan diselenggarakannya seminar ini adalah adanya keresahan di antara para seniman tari dan perkumpulan seni tradisi atas peristiwa jatuhnya korban jiwa saat membawakan tari yang biasanya menjadi bagian drama Calon Arang itu.
“Kami ingin mengetahui etika dan aturan apa yang semestinya dipenuhi agar taksu (energi spiritual) tarian ini tidak ternoda oleh jatuhnya korban,” kata Made Pria Dharsana dari Yayasan Capung Mas yang menggagas acara itu.
Dharsana menyebutkan, sedikitnya ada dua korban jiwa, yakni di Karangasem dan Jembrana, akibat tarian ini sepanjang 2015. Mereka tewas karena tergores keris saat adegan Ngurek atau menusuk diri dengan keris.
Penari senior Calon Arang, Ketut Kodi, mengatakan tarian itu sejak diciptakan memang banyak mengandung unsur magis yang berbahaya. “Malah biasanya menjadi medan pertarungan dari orang-orang yang mempelajari Ilmu Pengiwa,” ujar Kodi.
Ilmu itu, Kodi menerangkan, adalah ilmu yang mempelajari dunia gaib dengan berbagai kekuatan magis, yang lebih populer disebut sebagai ilmu pengleakan. Secara spiritual, Kodi menambahkan, tarian itu mengandung unsur pemujaan Bethari Durga sehingga semestinya hanya dipentaskan di Pura Dalem sebagai tempat bersemayamnya sang bethari.
“Selain itu, semestinya ada penari khusus yang sudah diupacarai dan diberi kekuatan agar mampu memikul taksu dari topeng rangda,” kata Kodi. Dia menambahkan, ada kepercayaan bahwa hanya para penari yang dipilih sendiri oleh para Dewa yang akan mampu menari dengan baik.
Penari senior lainnya, Made Jimat, menyebutkan setiap penari harus melakukan upacara mawinten atau pembersihan diri sebelum menyajikan tarian ini sekalipun dengan cara yang paling sederhana. “Misalnya dengan menghaturkan bunga,” ujarnya.
Jimat mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan adegan bangke-bangkean (membawa mayat ke kuburan) yang saat ini justru paling diminati masyarakat dalam rangkaian adegan Calon Arang.
Sayang, seminar ini belum bisa merumuskan kesepakatan. Seminar yang dihadiri puluhan penari dan perkumpulan seni tradisi itu kemudian hanya merekomendasikan pengkajian lebih lanjut agar dapat dirumuskan etika dan pakem dalam melakukan Tari Rangda.
ROFIQI HASAN