TEMPO.CO, Yogyakarta - Marlina namanya. Ia tunanetra asal Purwokerto. Jawa Tengah. Di kantor Kecamatan Kotagede, Yogyakarta, kemarin (13/12) ia dengan fasih menyanyi lagu berjudul Lingsir Wengi.
Tembang Lingsir Wengi kerap dinyanyikan Didi Kempot, penyanyi campursari kawakan asal Solo, Jawa Tengah.
Marlina, 50 tahun, merupakan satu di antara 23 peserta lomba menyanyi campursari yang merupakan rangkaian lomba menjelang peringatan ulang tahun Persatuan Tuna Netra Indonesia ke-50. Pertuni lahir pada 26 Januari 1966. Kini anggotanya berjumlah puluhan ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Peserta lomba campursari berasal dari Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, Kulonprogo, dan Gunung Kidul. Marlina optimistis memenangi lomba menyanyi itu. Selain Lingsir Wengi, ia juga menyanyi lagu campursari ciptaan tokoh legendaris dan penemu musik campurasi, Manthous.
Marlina mengatakan sangat menyenangi lagu-lagu campursari. Sebelum mengikuti lomba itu, ia berlatih di komunitas Tembang Kenangan di Sleman. Komunitas ini diperuntukkan bagi penyandang tunanetra yang punya hobi menyanyi. “Kami sering diundang dalam berbagai acara hajatan,” kata Marlina, Ahad, 13 Desember 2015.
Kehilangan penglihatan bagi Marlina tak jadi halangan untuk terus berdaya dan menyalurkan hobinya. Bersama penyandang tunanetra lainnya, ia menghibur semua orang yang datang. Tak hanya penyandang tunanetra, sejumlah orang dari komunitas yang peduli dengan mereka pun datang.
Ketua Pertuni Cabang Kota Yogyakarta, Yudi Widiono, 32 tahun, mengatakan lomba menyanyi campursari itu adalah usaha untuk melestarikan budaya Jawa. Selain itu, acara itu memberi ruang bagi seluruh anggota Pertuni yang punya bakat olah vokal. Seluruh peserta menyanyi lagu wajib Ojo Lamis karya Manthous. Mereka juga bisa memilih lagu wajib berjudul Hello Sayang karya Didi Kempot. Ada pula lagu-lagu pilihan yang peserta siapkan. “Anggota Pertuni banyak yang punya suara bagus,” kata Yudi.
Yudi berharap penyandang tunanetra mendapatkan kesempatan yang sama untuk menyalurkan bakat seni mereka. Misalnya mendapatkan wadah melalui Dinas Kebudayaan Yogyakarta dan melalui sekolah-sekolah inklusi. Yudi bercerita lembaga pendidikan di Yogyakarta belum banyak memfasilitasi penyandang tunanetra. Dia mencontohkan tahun 2003, Yudi pernah mendaftar di Jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. “Saya ditolak dengan alasan universitas itu tak menerima penyandang tunanetra,” kata Yudi.
Selain menggelar lomba menyanyi campursari, Pertuni membuat lomba berbusana Jawa, geguritan, dan macapat. Pada 27 Januari 2016, juga akan digelar lomba rally tongkat.
SHINTA MAHARANI
Ralat:
Telah terjadi kesalahan pengambilan bahan berita yang ditampilkan pada laman ini. Berita berasal dari bintang.com, seharusnya dari Tabloidbintang.com. Berita sebelumnya berjudul: "Pascacerai, Ayu Ting Ting: Capek, Nyari Duit Susah!" Kami memohon maaf atas kesalahan tersebut.
-- redaksi