TEMPO.CO, Jakarta - Festival Sinema Prancis telah berakhir pada Ahad malam, 6 Desember 2015. Sebuah film berjudul La Glacee et Le Ciel (Ice and The Sky) menutup Festival film yang telah berlangsung selama 20 tahun ini.
Film tersebut merupakan film dokumenter yang mengangkat isu pemanasan global dengan melihat perjalanan perubahan iklim dari penelitian sepotong es. “Film ini menjadi penutup pada acara Festival Film Cannes yang lalu,” ujar pembawa acara pada penutupan Festival Sinema Prancis di XXI Metropole, Ahad malam, 6 Desember 2015.
Film ini berkisah tentang petualangan dan perjalanan hidup yang luar biasa dari Claude Lorius, 83 tahun, seorang pakar es atau ahli glasiologi. Pada 1957 dia berangkat ke Antartika untuk meneliti tentang es. Perjalanan penelitiannya didokumentasikan sedemikan detail dari waktu ke waktu untuk mendalami es di Benua Antartika tersebut.
Film sepanjang 89 menit ini memperlihatkan bagaimana penelitian Lorius membor lapisan es hingga ratusan meter di berbagai tempat di Antartika dan menemukan jawaban tentang es dari ratusan tahun lampau. Dalam film ini diperlihatkan suhu bumi yang makin menghangat dan lapisan es yang menghilang di beberapa bagian Antartika dari waktu ke waktu. Film besutan sutradara Luc Jacquet ini juga masuk nominasi dalam ajang Festival Film Cannes 2015 dan Festival Film Hamburg.
Pada pembuka festival diputar film Dheephan karya Jacques Audiard yang meraih penghargaan Palme d’Or di Festival Film Cannes 2015. Film ini berkisah tentang seorang mantan prajurit di penghujung perang sipil di Sri Lanka. Dia kabur dari negaranya melalui suaka politik menuju Prancis dan tinggal di kawasan pinggiran yang rawan. Ia membuka lembaran baru di tempat tersebut, tapi dia kembali terluka batinnya oleh kekerasan yang terjadi di kawasan itu.
Selain kedua film tersebut, diputar beberapa film Prancis lain dalam program Panorama, film Indonesia kolaborasi sineas Indonesia-Prancis dan kompetisi film pendek.
DIAN YULIASTUTI