TEMPO.CO, Jakarta - Dalam bermusik, usia hanyalah mitos. Selain The Rolling Stones di Inggris, God Bless di Indonesia telah membuktikan hal itu lewat konser tunggal pada 7 Agustus 2015.
Achmad Albar (vokal), Ian Antono (gitar), Donny Fattah (bass), Abadi Soesman (keyboard), dan Fajar Satritama (drum) masih liar membawakan nomor-nomor cadas di hadapan seribu penonton yang memenuhi Ciputra Artpreneur Theatre, Kuningan, Jakarta.
Boleh dibilang ini adalah konser God Bless termegah yang pernah digelar. Ruang ber-AC, efek asap, tata pencahayaan yang gemerlap, visualisasi panggung yang dinamis, serta musik orkestra yang manis terangkum dalam konser di usia God Bless yang ke-42 ini.
Konser dibuka dengan interlude rock progresif sebelum Achmad Albar naik panggung, mengambil mic, dan meneriakkan nomor Kepada Perang, Bla Bla Bla, dan Menjilat Matahari. Meski berusia 69 tahun, pria kribo itu masih agresif di atas panggung. Terkadang dia berlari berputar-putar di panggung saat menyanyikan Bis Kota.
Musik God Bless jadi semakin energik dengan sokongan raungan gitar Eet Sjahranie yang bersahut-sahutan dengan suara gitar Ian Antono. Selain dengan Eet, God Bless juga berkolaborasi dengan tiga penyanyi lebih muda.
Husein Alatas menarik suara sampai melengking ketika menyanyikan Srigala Jalanan. Selain itu, Maria Calista tampil anggun membawakan lagu Pudar yang lirih. Tidak ketinggalan Candil yang melantunkan Aku Harus Jadi Superstar yang membawa penonton sejenak bernostalgia dengan sosok Duo Kribo.
"Ini dia generasi muda rock yang berpotensi," ucap Achmad Albar, atau yang akrab dipanggil Iyek kepada para kolaborator.
Di pertengahan konser, emosi sedikit diturunkan dengan menampilkan lagu-lagu rock ballad, seperti Balada Sejuta Wajah, Cermin, dan tentu saja, Syair Kehidupan. Kemudian, emosi kembali terbakar ketika God Bless membawakan nomor-nomor paling "membakar," seperti Kehidupan dan Semut Hitam.
"Terima kasih kepada Anda semua yang hadir pada malam ini," sapa Achmad Albar kepada penonton sebelum melanjutkan dua lagu terakhir.
Konser pun ditutup dengan tembang Rumah Kita dan Panggung Sandiwara yang dibawakan God Bless bersama empat kolaborator serta Astrid Lea yang bertindak sebagai konduktor musik orkestra. Konser berakhir setelah dua jam berlangsung dan mendapat standing applause dari penonton.
Meski para personelnya sudah gaek, rasanya masih sulit untuk mengistirahatkan God Bless dari bermusik. Konser ini menunjukkan bahwa God Bless masih mampu memainkan perannya, bukan dalam kisah Mahabharata atau tragedi Yunani, melainkan dalam kisah musik rock Tanah Air.
LUHUR TRI PAMBUDI