TEMPO.CO, Jakarta - Berbeda dengan Efek Rumah Kaca, band White Shoes & The Couples Company (WSATCC) mendaftarkan lagu-lagu mereka untuk hak cipta. Itu dilakukan dengan harapan karya-karya hasil kerja keras mereka dilindungi dari penyalahgunaan. Hal ini didasari pengalaman WSATCC yang pernah dikhianati oleh sebuah institusi hak cipta.
Grup band ini mengisahkan pengalaman buruk mereka seputar hak eksklusif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 itu. Band asal Jakarta yang terdiri dari Aprilia Apsari (vokal), John Navid (drum), Ricky Virgana (bass), Yusmario Farabi (gitar), Aprimela Prawidiyanti (keyboard), dan Saleh (gitar) pernah dikhianati oleh institusi yang mengatur hak cipta ini.
Ricky mengungkapkan bahwa pada suatu hari WSATCC pernah menolak pihak yang ingin memakai lagu mereka. "Pernah ada pembuat film yang mau memakai lagu kami. Namun karena filmnya jelek, jadi nggak kami gubris," ujar Ricky kepada Tempo, saat ditemui di Bep Bop Studio, Tebet, Jakarta, bebrapa waktu lalu.
Tapi, para awak band yang dibentuk pada 2002 di Institut Kesenian Jakarta itu terkejut mengetahui lagu mereka tetap dipakai untuk film tersebut karena tanpa izin. Mereka makin terkejut ketika mendengar klaim bahwa mereka mendapat izin dari institusi yang mematenkan lagu mereka.
"Jadi yang memberi hak mereka (pembuat film) untuk membolehkan memakai lagu kami itu adalah institusi hak cipta yang seharusnya melindungi kami," jelas Ricky.
Ricky juga mengungkapkan kekesalannya terhadap layanan nada sambung atau Ring Back Tone (RBT) untuk telepon seluler. Tanpa sepengetahuan Ricky provider memasang RBT lagu salah satu band pop mainstream Indonesia ke ponselnya. Ricky baru menyadarinya setelah seorang teman meneleponnya dan menanyakan Ricky kenapa pakai RBT tersebut.
Pada 2011, pemerintah nyaris menghapuskan RBT karena dianggap sebagai upaya ilegal untuk menyedot pulsa konsumen. Namun, upaya penghapuskan tersebut dibatalkan karena banyak musikus yang merengek meminta RBT dipertahankan.
"RBT itu nggak benar. Buat apa sih musikus perjuangin itu? Lagipula esensi musikus itu bikin album, bukan bikin lagu terus diambil 30 detik dengan kualitas suara yang jelek. Terus mereka berkoar-koar soal pembajakan? Padahal cara yang dipakai provider itu bisa dibilang membajak," pungkas Ricky.
LUHUR TRI PAMBUDI