Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Patung Antiperang Perupa Indonesia Ditaksir Singapura

image-gnews
Pengunjung melihat karya seni terakota (tanah bakar) dalam pameran Biennale Terracotta 1 di pelataran rumah pelukis Joko Pekik, Yogyakarta, 8 Juni 2015. TEMPO/Pius Erlangga
Pengunjung melihat karya seni terakota (tanah bakar) dalam pameran Biennale Terracotta 1 di pelataran rumah pelukis Joko Pekik, Yogyakarta, 8 Juni 2015. TEMPO/Pius Erlangga
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Patung berbahan tanah liat karya seniman Ismanto Wahyudi yang sempat dipamerkan dalam Biennale Terakota 2015 di Yogyakarta, kini tersimpan di Museum of Contemporary Arts (MOCA) Singapura.

“MOCA Singapura tertarik mengkoleksi karya itu karena cenderung kontemporer dan bermetafor universal, yakni pesan anti-kekerasan,” kata Ismanto kepada Tempo, Rabu, 8 Juli 2015. MOCA Singapura membeli satu set karya berjudul Meghaphone Diplomacy dibeli itu dengan harga Rp 35 juta. 

Ismanto menjelaskan MOCA Singapura mengetahui karyanya dari gencarnya pemberitaan media massa tentang Biennale Terakota yang bertajuk Art On The River di pelataran rumah seniman Djoko Pekik, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 7 Juni-7 Juli 2015. Waktu itu sejumlah media memajang foto karya Ismanto.

Patung karya seniman kelahiran Yogyakarta, 20 Oktober 1975 itu memang mengusung tema antiperang. Terdiri dari 87 satuan berbentuk gramofon yang duduk di atas tank-tank perang. Ismanto memajangnya melingkar di atas bata, seperti bunga yang sedang mekar.

Ismanto menyusun instalasinya menyerupai tetesan air di dalam kolam yang tenang. Ia mengandaikan karyanya itu sebagai air menetes dari udara. Dari tetesan itu akan timbul gelombang yang menyerupai lingkaran dan mempunyai efek merambat, menjadi lingkaran yang semakin besar.

Efek merambat itu seperti sebuah beragam pesan yang disampaikan lewat media sosial. Pesan itu semakin cepat menjalar menjadi sesuatu yang ramai dibicarakan. Karya ini menarik perhatian setiap pengunjung selama dipamerkan.

Alumnus Sekolah Menengah Seni Rupa itu terinsipirasi dari perkembangan politik antar-partai politik, antar-negara ketika membuat karya itu. Banyak politikus maupun pejabat negara yang menyampaikan pesan melalui media, terutama media sosial, dan bisa bernada tekanan atau ancaman.

Tekanan atau ancaman itu disimbolkan dengan pasukan yang membawa terompet dalam suasana perang. Maupun untuk menarik simpati. “Efeknya seperti virus yang menjangkiti berbagai lapisan masyarakat,” kata Ismanto.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ribuan pesan itu, kata Ismanto, menghujani orang bagaikan tetesan air hujan di kolam yang tenang. Lalu, meriam terompet gramofon kuno itu membawa pesan lagu bernada perdamaian. Lagu nisa juga mengingatkan suasana yang tenang pada masa lalu. Ismanto membutuhkan waktu 4 bulan lebih untuk menyelesaikan karyanya.

Penggagas Biennale Terakota , Noor Ibrahim, mengatakan MOCA mengundang peserta pameran itu untuk memamerkan karya di museum pada Desember 2015. Noor menyambut baik tawaran itu. “Saya berharap Biennale Terakota bisa berkelanjutan setiap dua tahun,” kata Noor Ibrahim.

Ia menyatakan karya yang laku adalah bonus dari sebuah pameran. Selain karya Ismanto, beberapa karya lainnya yang terjual adalah ciptaan Noor, Ismanto, Anik, dan Mesdi. Tujuan pameran itu, kata Noor Ibrahim, adalah menengok sejarah Indonesia yang kaya akan budaya dan seni terakota.

Pameran itu merupakan wujud kegelisahan pada terakota, yang selama ini hanya menjadi bahan dekoratif di Kasongan. Gerabah kerap dianggap sebagai benda yang rapuh. Ini membuat bahan itu kalah pamor dengan perunggu dan besi. Padahal, terakota berbahan tanah liat punya nilai visual yang artistik dan tahan panas.

Biennale Terakota 2015 bertajuk Art On The River melibatkan 70 seniman Indonesia dan mancanegara. Tak hanya memajang karya di lahan milik Pekik, pameran menampilkan 30 artefak periode Kerajaan Majapahit abad ke-14 di Pintu miring Artspace Gesik Rt 03 Kalipucang, Kasongan, Bantul, Yogyakarta.

SHINTA MAHARANI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

11 Desember 2023

Mengenang Musikus Bengal: Harry Roesli
Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

Pada 11 Desember 2004, musisi Harry Roesli tutup usia. Ia merupakan seorang pemain musik yang dijuluki Si Bengal dan pencipta lagu yang produktif.


Asyiknya Merakit Gundam Plastik

22 Oktober 2023

Asyiknya Merakit Gundam Plastik

Berawal dari anime serial Gundam, banyak orang tertarik merakit model kit karakter robot tersebut.


Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

30 Juni 2023

Konferensi pers  Solo Exhibition
Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

Pameran seni kontemporer ini dibuka untuk umum tanpa reservasi dan tidak diperlukan biaya masuk.


Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

28 Agustus 2021

Pameran tunggal Zahrah Zubaidah alias Zazu bertajuk Studi Karantina. (Dok.Orbital Dago)
Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

Zahra Zubaidah tidak menyangka, sekolah seni ternama itu terbatas hanya mengandalkan seni kontemporer.


Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

8 Juli 2021

Karya seni instalasi karya sutradara Riri Riza berjudul Humba Dreams (un)Exposed dipajang di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

Menparekraf Sandiaga Uno mengapresiasi penyelenggaraan Artjog sebagai ruang yang mempertemukan karya seni para seniman dengan publik secara luas.


Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Tari Legong Semarandana dalam pertunjukan Budaya Pusaka Kita: Bangga pada Budaya Nusantara yang digelar Wulangreh Omah Budaya., Sabtu, 13 Februari 2021. Tempo/Inge Klara Safitri.
Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.


Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

28 Juli 2019

Sutradara Riri Riza saat menghadiri gala premiere film Athirah di XXI Epicentrum, Jakarta, 26 September 2016. Film ini diperankan aktor diantaranya Cut Mini, Christoffer Nelwan, Indah Permatasari, Tika Bravani, dan Jajang C Noer. TEMPO/Nurdiansah
Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

Seni instalasi karya Riri Riza bersama seniman lainnya berjudul Humba Dreams (un) Exposed ditampilkan di Artjog 2019 di Yogyakarta.


Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

26 Juli 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka Artjog 2019 di Jogja National Museum Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani
Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka Artjog 2019 dan berbicara di panggung selama 10 menit tanpa teks.


Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

7 Februari 2019

Cooke Maroney (Artforum)
Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

Tunangan Jennifer Lawrence, Cooke Maroney, adalah seorang art dealer seni kontemporer. Ia pernah bekerja dengan beberapa tokoh seni Amerika.


Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

7 Oktober 2018

Pengunjung Nuit Blanche Taipei 2018 berfoto di instalasi bertajuk Hug di kota Taipei, Taiwan, Sabtu, 6 Oktober 2018. (Martha Warta Silaban/ TEMPO)
Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

Sejak Sabtu malam hingga pagi hari, pengunjung Nuit Blanche dapat menikmati 70 pertunjukan dan 43 instalasi seni yang tersebar di kota Taipei, Taiwan.