TEMPO.CO, Surakarta - "Sehat and waras and healthy, my awak always capek sekali
Sirahku sirahku sirahku sirahku, please protect me
Stop the mumet stop the mumet stop the mumet"
Penggalan lagu berjudul Mumet itu mengalun dari bibir Megan O'Donoghue, wanita asal Amerika yang tengah merilis album di Studio Lokananta, Surakarta, Jawa Tengah, Ahad malam, 28 Juni 2015. Diiringi kelompok Gemati, lagu itu dinyanyikan dengan iringan musik keroncong.
Uniknya, olah vokal serta cengkok wanita bule itu menggunakan teknik pesinden. Selama tiga tahun terakhir, penyanyi seriosa itu memang menimba ilmu di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta sebagai seorang pesinden. Proses berkeseniannya dalam tiga tahun terakhir itu direfleksikan melalui album berjudul Peshawar.
Ada sembilan lagu yang disuguhkan dalam album tersebut. O'Donoghue menggunakan tiga bahasa sekaligus, yaitu bahasa Inggris, Indonesia, dan Jawa. Pada beberapa lagu, dia menggunakan tiga bahasa bercampur sekaligus seperti gado-gado. Musik yang mengiringi variatif, dari pop modern hingga iringan keroncong.
O'Donoghue merekam lagu-lagunya di Studio Lokananta selama Maret hingga Mei. Selain karena letaknya di Solo, perusahaan rekaman itu sengaja dipilih lantaran menyimpan sejarah perkembangan musik di Indonesia.
Hanya, lirik-lirik dalam lagu itu memang susah dipahami. Antara bait satu dan yang lainnya seakan tidak berkaitan. "Liriknya mengalir begitu saja di kepala saya," kata O'Donoghue, yang fasih berbahasa Jawa. Kebanyakan lagunya bercorak balada yang menceritakan kisah hidupnya selama belajar di Indonesia.
Pesinden asal Solo, Endah Laras, mengaku kagum pada kecepatan O'Donoghue menguasai seni karawitan. "Padahal Megan belum menggunakan seluruh kemampuannya dalam album ini," ujarnya. Sebab, sebenarnya O'Donoghue juga menguasai teknik vokal cengkok Sunda dan Banyuwangi.
Selama ini O'Donoghue sering menjadi sinden untuk sejumlah dalang terkenal, seperti Ki Manteb Sudarsono, Ki Enthus Susmono, dan Ki Purbo Asmoro.
AHMAD RAFIQ