TEMPO.CO, Yogyakarta - Yogyakarta sudah berubah. Kawasan yang dikenal sebagai Kota Pendidikan ini tak lagi hanya menampung usaha ecek-ecek warganya mengelola pemondokan bagi mahasiswa, tapi kini berubah menjadi kota dengan investor yang ganas melahap setiap jengkal tanah hingga perkampungan untuk disulap menjadi hotel dan apartemen.
Wajah Yogyakarta inilah yang dipotret perupa Arwin Hidayat lewat karya drawing yang dipamerkan Jogja Contemporary di kompleks Jogja National Museum, 24 Juni-6 Juli 2015. Investor rakus itu muncul lewat citraan figur dengan bentuk lemak bergelambir di bagian pahanya. Kepalanya lebih mirip kepala dalam cerita fiksi ilmiah berbentuk elips dengan benda mirip ular (dengan kepalanya) menjulur melewati mulut yang berhiaskan gerigi runcing dan tembus ke bagian belakang.
Tak ada bentuk yang bisa diidentifikasi sebagai bentuk mata menghiasi kepala pelontos berbentuk aneh itu. Hanya ada sapuan warna gelap dan totolan pada bagian atas, kiri, dan kanan dengan leleran cat bening bak tetesan hujan. Tangan kanannya yang mungil menggenggam bentuk pohon tanpa sehelai daun pun. Sebaliknya, tangan kiri (kalaupun itu tangan kiri) menjuntai dengan lengan yang kukuh, tapi mengecil di bagian ujungnya.
Figur ini berada di tengah sapuan cat gelap yang tak beraturan bak lanskap yang berhiaskan bentuk setengah elips dalam warna merah di garis cakrawala. Karya ini dia beri judul "Tuan Tanah".
Saat membuat karya ini Arwin membayangkan Yogyakarta disesaki pusat belanja dan hotel. Di kawasan kota, hotel tak lagi berdiri di tepi jalan protokol, tapi sudah masuk ke perkampungan. Penduduk kampung yang masih bertahan mengeluhkan sumur yang kini tak lagi berair, tersedot sumur bor untuk memasok kebutuhan air hotel berbintang.
Di kawasan pinggir kota, di atas petak sawah kini berdiri gedung-gedung jangkung. Tak ada lagi tempat anak-anak bermain, bahkan belut pun menghilang. Pada pameran bertajuk "Among" ini Arwin memajang 50 karya drawing. “Among berasal dari kata ngemong yang berarti memelihara atau merawat,” kata perupa lulusan ISI Yogyakarta ini.
Sebaliknya, perupa Sunardi St menampilkan suasana keriangan kehidupan bocah dalam karyanya berbentuk obyek. Pada karya berjudul "Main-main" dia mengeksplorasi bentuk mainan bocah dengan bentuk utama berupa benteng yang di dalamnya ada berbagai bentuk hewan, mobil, dan bendera. “Seni itu rumah, indera,” kata Sunardi.
SHINTA MAHARANI