TEMPO.CO, Yogyakarta -Sekelompok seniman street art melakukan kegiatan bersih kampung , terutama pada tembok atau dinding rumah waga. .Tak hanya membersihkan dinding dari coretan dan tempelan poster atau iklan yang ditempel sembarangan.
Kegiatan ini mereka sebut Merti Kampung, untuk mengupayakan perubahan persepsi buruk terhadap seni jalanan. Kegiatan sekaligus menjadi sentilan bagi promosi komersial yang bertaburan menghias setiap sudut kota. “Ruang-ruang itu milik publik jadi jangan seenaknya diisi untuk iklan saja,” kata Pegiat Forum Street Art Yogyakarta Muhammad Sigit Nurcahyo, Sabtu, 20 Juni 2015, pecan lalu.
Salah satu bentuk kegiatan Merti Kampung adalah membersihkan dinding luar rumah warga yang kotor oleh coretan atau tempelan poster dan iklan. Berikutnya, tembok-tembok itu mereka gambari dengan karya milik seniman jalanan. “Sebelumnya kami minta izin dulu sama yang punya rumah,” katanya.
Selain menjadi sarana menyampaikan pesan, bagi para seniman, dinding-dinding itu ibarat ruang pameran. Tak jarang dari sinilah, karya mereka mendapat apresiasi publik. Karya Sigit berjudul Solidaritas untuk Bali Tolak Reklamasi misalnya, bergambar seorang perempuan penari Bali. karya itu kini menjadi gambar untuk perangko Austria.
Dalam sejarahnya, seni jalanan memang menjadi ekspresi protes dari kelompok masyarakat yang tersisihkan secara sosial dan politik. Mereka membuat coretan tulisan (grafiti) dan gambar lewat teknik mural atau stensil di tempat publik untuk menyampaikan pesan.
Sayangnya, di dalam negeri karya seni jalanan masih dipandang sebelah mata. Sekalipun di Yogyakarta, kota yang selama ini dikenal sebagai gudang seni dan budaya di Indonesia. Dua tahun lalu, seorang remaja berusia belasan tahun dijatuhi kurungan tujuh hari gara-gara menulis “Jogja Ora Didol” di sebuah bangunan di Pojok Beteng Wetan.
ANANG ZAKARIA