TEMPO.CO , Makassar:Jakarta Biennale tahun ini merupakan yang ke-16 sejak pertama kali digelar pada 1974 dengan nama Pameran Seni Lukis Indonesia. Tahun ini, lokasi utama pameran seni rupa kontemporer berskala internasional itu adalah gudang Sarinah di Jalan Pancoran Timur II/4, Jakarta Selatan—selain akan mengisi ruang-ruang kota melalui kerja kolaborasi berbagai komunitas.
Jakarta Biennale 2015 mengangkat tema “Maju Kena, Mundur Kena: Bertindak Sekarang”. Ada tiga isu besar yang ditawarkan. Pertama adalah penggunaan dan penyalahgunaan air, yang bisa menjadi sumber kehidupan juga bencana.
Kedua, fokus terhadap sejarah, yakni bagaimana masa lampau berdampak terhadap masa kini, bagaimana memori dan tradisi membentuk perilaku hari ini. Adapun isu ketiga adalah pengaruh pembatasan peran gender dalam masyarakat.
“Seni saja tidak cukup. Menjadi seniman atau aktivis berarti mau memperbaiki sistem, melakukan perubahan, dan memperbaiki dunia,” kata peneliti dan penasihat di Yayasan Jakarta Biennale, Mirwan Andan, dalam jumpa pers Jakarta Biennale 2015 di Kedai Pojok Adhyaksa Makassar, Senin sore lalu.
Karena itu, dia menambahkan, karya-karya yang dikurasi berfokus pada kondisi ekonomi, sosial, dan emosional masyarakat sekarang di Indonesia. Jakarta Biennale, kata Andan lagi, ingin membingkai cara warga di berbagai kota dan lingkungan hidup bersikap terhadap masa sekarang lewat tindakannya.
Sebelum memilih seniman yang terlibat, Yayasan Jakarta Biennale menyeleksi para kurator muda. “Kurator juga melakukan presentasi tentang kegiatan dan karya-karyanya,” ucap Andan.
Sejumlah program lain juga akan menemani pameran ini, di antaranya seminar, lokakarya, edukasi publik, dan panggung pertunjukan.
REZKI ALVIONITASARI