TEMPO.CO, Jakarta - Selebritas Dewi Hughes ternyata pernah berniat mengadopsi anak. Namun hal itu urung dilakukan. “Saya sudah sempat datang ke yayasan milik dinas sosial di Cipayung pada 2007 atau 2008,” katanya kepada Tempo, Ahad, 14 Juni 2015.
Menurut Hughes, saat itu ia belum diperbolehkan mengadopsi anak lantaran usia pernikahannya belum mencapai 5 tahun. Maklum, salah satu syarat untuk mengadopsi anak yang diberlakukan pemerintah adalah usia perkawinan pasangan minimal 5 tahun.
Hughes sempat sedih saat itu. Namun ia lalu berdiskusi dengan sang suami lebih lanjut tentang rencananya mengadopsi anak. Dalam diskusi itu, sang suami mengatakan sebenarnya ada kekejaman yang terjadi jika orang mengadopsi anak.
Menurut sang suami, pasti orang yang hendak mengadopsi anak hanya akan mengambil anak-anak yang terlihat lucu dan manis, sehingga anak-anak yang mengalami kebutaan atau kecacatan tidak akan pernah dipilih. “Akhirnya aku ditantang suami, boleh mengadopsi tiga-lima anak, tapi hanya boleh mengambil yang mengalami difabel. Aku tidak sanggup,” ujarnya.
Saat ini Hughes dan suaminya berkomitmen tidak memiliki anak, walaupun mereka sangat sayang kepada anak-anak. Sebagai pengganti, Hughes pun semakin rajin melakukan berbagai kegiatan di dunia anak.
Ia memiliki sekitar lima belas sekolah pendidikan anak usia dini di lima kota besar di Indonesia. Dengan jaringan yang dimilikinya, ia berusaha membantu beberapa yayasan pengasuhan anak mendapatkan hal yang dibutuhkan yayasan itu, seperti gedung, tanah, atau fasilitas lain.
Dia pun tidak hanya memberikan bantuan kepada yayasan yang dikelola masyarakat Islam. “Baru-baru ini saya ikut bantu anak-anak korban tsunami masyarakat Nias dan Aceh yang dikelola suster gereja,” katanya.
Walau tidak punya anak kandung, Hughes mengaku nyaman dengan keadaannya. Ia menjadi bisa menyimpan energi untuk mengurus anak-anak didiknya di berbagai tempat. “Saya merasa nyaman. Keinginan saya untuk merawat anak pun jadi tersalurkan,” ujarnya.
Sebagai aktivis anak, Hughes mengakui menjadi orang tua adalah salah satu hal yang sulit dilakukannya. Ia sering mendengar keluh-kesah para orang tua tentang anak kandung mereka. “Orang tua dengan anak kandung saja sering berantem, apalagi orang tua dengan anak angkatnya,” katanya.
Menurut dia, memiliki anak memerlukan komitmen yang sangat besar. Ia pun berharap jangan sampai ada lagi kasus seperti yang dialami Angeline, gadis 8 tahun yang hidup bersama ibu angkatnya dan ditemukan tewas setelah dinyatakan hilang selama hampir sebulan di Bali. “Saya terus mengikuti perkembangan kasus Angeline. Saya sangat prihatin,” kata perempuan kelahiran Bali itu.
MITRA TARIGAN