TEMPO.CO, Yogyakarta - Teater Garasi atau Garasi Performance Institute akan mementaskan karya terbaru berjudul Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi. Pertunjukan yang digelar di auditorium Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri atau eks Purna Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 23 dan 24 Juni 2015 itu meminjam puisi sastrawan Sapardi Djoko Damono berjudul Yang Fana adalah Waktu.
“Judul puisi itu dipilih karena sangat mewakili karya yang akan dipentaskan,” kata Asisten Produser dari Teater Garasi, Lusia Neti Cahyani, Jumat, 12 Juni 2015. Pentas ini sendiri mencoba melihat situasi pasca-1998 di Indonesia lebih mendalam, yakni bagaimana situasi itu menyela, mengganggu, mempengaruhi, dan menggerakkan subyek.
Selain sutradara Yudi Ahmad Tajudin, penciptaan Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi melibatkan sejumlah seniman di antaranya Gunawan Maryanto, Jompet Kuswidananto, Naomi Srikandi, dan Ugoran Prasad.
Teater Garasi berdiri di Yogyakarta, 4 Desember 1993. Teater ini berawal dari lembaga mahasiswa di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. Mereka yang bergiat dalam kelompok teater kontemporer ini antara lain Yudi Ahmad Tajudin, Gunawan Maryanto, Jompet Kuswidananto, Ugoran Prasad, dan Naomi Srikandi.
Garasi mendalami bidang multi-disiplin seni, di antaranya seni rupa, sastra, akting, gerak, dan musik. Pementasan Garasi selalu bersinggungan dengan isu sosial, politik, dan kebudayaan di tingkat lokal maupun global. Seniman Garasi banyak pentas di sejumlah negara sejak awal 2000-an.
Garasi mengembangkan dan menelusuri proyek seni kolektif sejak 2008. Di antaranya pentas teater berjudul Je.ja.l.an pada 2008 dan Tubuh Ketiga pada 2010. Pertunjukan itu mempelajari narasi ideologis, agama, dan identitas di Indonesia pasca-1998. Pentas melihat bagaimana periode ini menciptakan, menyingkap ketegangan dan kekerasan baru maupun yang terpendam.
Pada 26 Maret 2014, Garasi menyajikan pementasan pendek selama 30 menit berjudul Sehabis Suara di Erasmus Huis, Jakarta. Pertunjukan work in progress ini merupakan bagian dari rangkaian acara penyerahan penghargaan Prince Claus oleh duta besar Kerajaan Belanda, His Excellency Tjeerd de Swan.
“Pentas itu mendapat sambutan yang baik dari publik. Ini membuat Garasi menggarap karya yang lebih mendalam berjudul Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi,” kata Lusia.
Pada 2013, Garasi menerima penghargaan Prince Claus dari Amsterdam, Belanda. Penghargaan tersebut diberikan kepada organisasi maupun individu yang mengangkat kebudayaan dengan menggunakan pendekatan kontemporer dan progresif.
SHINTA MAHARANI