TEMPO.CO , Makassar: Menonton film dan membaca buku adalah dua hal berbeda. Untuk sebuah buku yang difilmkan, bisa jadi kita menemukan hal berbeda. Makassar International Writers Festival (MIWF) kali ini menghadirkan sebuah acara “Don’t Judge the Book by Its Movie!”. Perhelatan ini menghadirkan Mira Lesmana, Ifah Ismail, dan Nurhady Sirimorok untuk memperbincangkan tentang film yang diangkat dari buku.
“Agar film memiliki kualitas yang bagus, tak cukup hanya mengandalkan novel, tapi butuh riset,” kata Mira Lesmana di Aula Museum La Galigo, Fort Rotterdam, Rabu dua pekan lalu.
Produser film ini mencontohkan, untuk film Soe Hok Gie, yang diangkat dari buku harian Catatan Seorang Demonstran. Mira harus menambahkannya dengan wawancara beberapa saksi hidup sosok Soe Hok Gie.
Sebuah film, ujar Mira, dibagi dalam tiga babak, yakni pengenalan tokoh, konflik, dan penyelesaian. “Durasi waktu maksimal 2 jam pemutaran menjadi pertimbangan besar mengapa hanya mengambil tiga babak saja dalam memfilmkan sebuah buku,” ucap Mira.
Seorang penulis buku, kata Mira, harus memberi kesempatan kepada sutradara untuk mengambil sudut pandang berbeda dalam bercerita. Menurut dia, setiap orang punya persepsi berbeda terhadap momen penting. Meski demikian, sebuah film harus tetap menjawab tentang momen penting buku yang diadaptasi.
Penulis skenario film Habibie dan Ainun, Ifah Ismail, mengaku memasukkan beberapa unsur dan adegan untuk menambahkan efek dramatisasi agar lebih membetot emosi penonton.