TEMPO.CO, Makassar - Faisal Oddang punya cara tersendiri untuk menuangkan ide dalam proses kreatifnya. Satu dari enam penulis yang terpilih dalam perhelatan Makassar International Writers Festival 2015 ini membuka cerita ihwal pembuatan novelnya, Pertanyaan kepada Kenangan.
Pria kelahiran 18 September, 21 tahun lalu, ini menuturkannya dalam sesi “Meet the Publisher: Gagas Media and Indonesia Project” di Gedung O Fort Rotterdam, Makassar, Rabu, 27 Mei 2015. Novel Pertanyaan kepada Kenangan bermula ketika Faisal menghadiri Toraja International Festival.
Baca Juga:
Selama empat hari di Toraja, ia memanfaatkan waktu dengan mencari kepingan-kepingan cerita dan fakta tentang Toraja. Walhasil, ia menemukan cerita ketakutan akan adanya sanksi sosial bagi pemuda yang belum menyelesaikan kewajiban rambu solo’ tapi meminta hak untuk menikah. Rambu solo’ merupakan upacara adat kematian masyarakat Toraja untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang sudah meninggal.
Meski banyak karya sastra diangkat dengan latar adat Toraja, isu lokalitas Toraja tetap menjadi hal yang “seksi” untuk diangkat dalam cerita. Setelah mantap memilih sudut cerita, Faisal pun memperdalamnya dengan riset serta memperbanyak referensi dari media sosial dan buku.
Salah satu buku yang menjadi referensi adalah karya Reno Saroengallo, Ayah Anak Beda Warna. Meski melakukan riset mendalam, Faisal berusaha menghindari kesan menggurui pembaca. “Jangan menganggap pembaca tidak tahu apa-apa, dan jangan juga menganggapnya tahu semuanya,” ujar Faisal, menutup malam tersebut.
Makassar International Writers Festival (MIWF) setiap tahun selalu menghadirkan penulis-penulis dari bagian timur Indonesia. Tahun ini, sekitar 70 penulis mengirim karya mereka. Namun hanya tujuh orang yang terpilih. Mereka adalah Mardiant Sagian, Anastasia Fransiska Eka, Felix K. Nesi, Faisal Oddang, Wawan Kurniawan, Deasey Tirayoh, dan Erni Aladjai.
Kamis dua pekan lalu, mereka berkesempatan menuturkan kisah persentuhan mereka pertama kali dengan karya sastra. Penuturan tersebut mereka hadirkan dalam perhelatan Indonesian Program Voices from Eastern Indonesia, yang digelar di Chapel Fort Rotterdam.
MUHCLIS ABDUH