TEMPO.CO, Yogyakarta - Maestro tari Didik Nini Thowok mengaku kerap berutang hingga puluhan juta setiap kali menggelar pertunjukan seni tari kreasi barunya di dalam negeri. Ini terjadi karena dia sulit mendapatkan sponsor.
“Susah cari sponsor. Beda dengan negara lain,” kata Didik, saat ditemui untuk memberikan dokumentasi pementasan Reborn–International Dance Performance and Seminar kepada Gubernur DIY Sultan Hamengku Bawono X di Kepatihan Yogyakarta, Kamis, 4 Juni 2015.
Pementasan ini sudah berlangsung hampir enam bulan, yakni sejak Desember 2014. Acara ini sekaligus memperingati 40 tahun kiprah Didik sebagai penari. Meski sudah lama berlangsung, Didik masih berutang Rp 35 juta ke penyewaan lighting. Untung orang tersebut adalah temannya.
“Saya bilang, sabar dulu ya, Mas. Tapi saya enggak mau ngemplang. Ada duit, saya bayar. Meski gali lubang tutup lubang,” kata Didik sambil tertawa.
Dia mengeluhkan sedikitnya pengusaha yang peduli dengan seni tradisi, apalagi menjadi sponsor. Semua sponsor yang konsisten bersedia mendukung pementasannya adalah perusahaan rokok.
Didik bercerita ada juga donatur dari seorang pengusaha Jepang di Semarang senilai Rp 100 juta serta bantuan uang cash dari Perpustakaan Keraton Yogyakarta.
Pengajuan proposal untuk mendapatkan bantuan dari Dana Keistimewaan terlambat karena pemerintah DIY sudah terlanjur menyusun pos-pos anggaran. Dia juga mendapatkan sponsor yang sifatnya barter. “Dari pengusaha hotel barter kamar, pengusaha restoran barter makanan,” kata Didik.
Didik berkisah ada duta besar Indonesia yang tidak menyukai tarian klasik. Seperangkat gamelan Jawa dan Bali yang ada di kedutaan itu ditumpuk di gudang.
Ketika ada dubes baru yang menggantikan, Didik kelimpungan karena harus mendatangkan penyelaras gamelan saat akan dipakai untuk menampilkan tarian klasik. Didik pun membandingkannya dengan dukungan pengusaha di luar negeri.
Misalnya Jepang. Pemerintah Jepang mengharuskan perusahaan besar memberikan bantuan donasi untuk pengembangan seni budaya. Bahkan, saat Didik pentas ke luar negeri, panitia menyediakan international ticket dan penginapan.
Pencipta tari Dwimuka ini berharap agar Rancangan Undang-Undang Kebudayaan yang tengah dibahas Komisi X DPR memasukkan aturan yang memudahkan seniman tradisi untuk mendapatkan sponsor.
Ketua Komisi X DPR Ridwan Hisjam bersama rombongan anggotanya bertemu dengan Sultan untuk meminta masukan soal RUU tersebut. Bahkan, Ridwan meminta Sultan untuk terlibat aktif dalam pembahasan RUU tersebut. “Sultan membentuk tim kecil. Kami bisa membahasnya secara informal di Yogya ataupun di Jakarta,” kata Ridwan.
PITO AGUSTIN RUDIANA