Berikutnya, di dalam konsep ada tema. Tema ini berkaitan dengan hubungan antara kita dan dunia, berhubungan dengan aspek kemanusiaan. Misalnya aspek sosial. Konsep juga berisi bentuk-bentuk tari, seperti tari modern dan tari kontemporer.
Elemen tari, kata Miroto terdiri atas ruang, waktu, dan energi. Ruang ini tak terbatas hanya ruang gerak yang ada di sekeliling penari, karena ruang bisa dimanipulasi. Adapun waktu sendiri berkaitan dengan cepat dan lambat.
Selanjutnya, energi dalam konteks tari adalah tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan tubuh. Bisa besar atau kecil, bergantung pada koreografinya. Semakin besar energi yang dikeluarkan oleh penari, makin bisa mempengaruhi penonton. “Ada saat gerakannya rileks dan tegang.”
Menurut Miroto, tari di Indonesia cukup mengikuti zaman, sesuai dengan perkembangan dunia. Contohnya pada 1970-an, ketika di Amerika Serikat muncul tari post modern, tari kontemporer di Indonesia juga sudah sangat maju.
Tari kontemporer di Indonesia, kata Miroto, masih berorientasi, terpengaruh, atau menggunakan materi gerak tari tradisi. “Tari tradisi adalah kekayaan bangsa dan identitas yang menjadi sumber penciptaan tari.” Berbeda dengan di Jepang yang tariannya sama sekali tidak berhubungan dengan tari tradisional mereka.
Pengajar Program Studi Seni Tari Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar, Nurlina Syahrir, mengatakan perkembangan tari di Indonesia tampak dari pergelaran kegiatan Hari Tari Sedunia yang mengangkat tema “Tari dalam Wajah Unity and Diversity”. Menurut Nurlina, yang juga ketua panitia, kegiatan ini ingin berpesan tentang keberagaman tradisi di Sulawesi Selatan yang terdiri atas empat etnis.
Menurut Nurlina, tari tradisi selalu mampu beradaptasi dengan zamannya. “Kita juga tidak bisa menahan tari tradisi tidak boleh disentuh apa pun. Karena bisa-bisa tari tradisi kita akan mati.”