TEMPO.CO, Purbalingga - Di layar lebar tampak seorang anak membawa sapu sembari berlarian mengejar seekor tikus. Dia bermaksud membunuhnya. Anak itu muncul dari belakang layar bersama sebuah patung tikus berukuran besar yang dia pukul-pukul dengan sapu. Sampai akhirnya, tikus itu mati lalu dibakar.
Pembakaran patung tikus raksasa simbol koruptor itu menandai pembukaan Festival Film Purbalingga (FFP) 2015 di halaman SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol, Purbalingga, Jawa Tengah, Sabtu malam, 2 Mei 2015.
"Ide membakar patung tikus ini memang dari anak-anak. Ini sebagai wujud keprihatinan kita bersama bahwa tindakan koruptor di Indonesia dari pusat hingga daerah terus merajalela, dan penanganannya seperti tidak serius," ucap Aris Prasetyo, guru pembina ekstrakurikuler film mewakili Kepala SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol.
SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol merupakan sekolah penghasil sineas muda yang diakui di tingkat nasional. Lokasinya berada di atas gunung dengan akses jalan yang sulit.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pembukaan FFP 2015 kali ini dengan menancapkan layar dan memutar film-film pendek dan panjang. Ada enam film pendek dan satu film panjang yang diputar.
Pada sesi pertama diputar film pendek pelajar Purbalingga yang dikirimkan ke program Kompetisi Pelajar Banyumas Raya berjudul Begal Watu produksi Gerilya Pak Dirman Film, Sugeng Rawuh Pak Bupati produksi SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol, dan Coblosan produksi SMK 1 Kutasari, Purbalingga. Pada sesi kedua diputar film dokumenter Menonton Penonton karya sutradara Ardi Wirda Irawan, film fiksi Lemantun yang disutradarai Wregas Bhanuteja, dan film dokumenter Digdaya ing Bebaya karya sutradara B.W. Purbanegara. Sedangkan sesi ketiga memutar film panjang Siti karya sutradara Eddie Cahyono.
Direktur FFP Bowo Leksono menuturkan pembukaan FFP dilakukan di halaman SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol karena tangan-tangan trampil siswa sekolah tersebut telah melahirkan film-film pelajar Purbalingga berkualitas. "Ini wujud penghargaan bagi mereka sekaligus memberi kesempatan film-film yang masuk FFP diapresiasi warga desa sekitar sekolah," ujarnya.
ARIS ANDRIANTO