Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kerusakan Alam Bali dalam Cipratan Karya Astawa  

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Lukisan I Gede Oka Astawa dalam pameran di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta, 6-19 April 2015. (TEMPO/Shinta Maharani)
Lukisan I Gede Oka Astawa dalam pameran di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta, 6-19 April 2015. (TEMPO/Shinta Maharani)
Iklan

TEMPO.COYogyakarta - Cipratan tinta pada kanvas membentuk figur manusia mirip robot. Berwarna cerah, dia menggenggam kapak pada tangan kiri. Manusia ini menunjuk ranting yang berada di bawah pohon. Kaki kiri berotot kuat menginjak dahan pohon. Tanaman itu mentiung dan merana. Bayangan hitam dari gerakan figur orang itu menjadi latar.

Lukisan berbahan akrilik pada kanvas berukuran 130 x 150 sentimeter itu adalah karya seniman asal Bali, I Gede Oka Astawa, berjudul Yang di Bawah yang Terinjak. Gambar ini tampil dalam pameran tunggal berjudul “(Un) disposable Nature Alam (Bukan) Sekali Pakai” di Tembi Rumah Budaya, Yogyakarta, 6-19 April 2015. Ada 13 lukisan dan satu karya seni instalasi limbah ranting kayu yang dipamerkan. Kumpulan kayu bekas bergelantungan diikat senar.

Hampir semua karya Astawa memotret wajah alam yang rusak karena ulah manusia. Proyek pembangunan hotel, fasilitas olahraga, dan jalan menggusur pepohonan yang tumbuh subur di Bali. Alumnus Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, itu mengajak orang untuk peduli pada kerusakan alam dan melakukan usaha untuk memperbaikinya. "Menanam pohon, selagi bisa, merupakan satu di antara solusi mengatasi kehancuran alam," katanya.

Menurut Astawa, orang tak cukup hanya berdiam diri dan mengecam setelah menyaksikan kerusakan bumi. Menanam pohon atau bergerak untuk memprotes eksploitasi alam adalah usaha nyata yang bisa dilakukan. Dia melukis bagaimana orang menanam pohon dalam karya lain berukuran 200 x 300 sentimeter berjudul Menanam Selagi Bisa.

Dalam karya itu, muncul figur manusia bertubuh dominan warna hijau sedang menanam pohon. Ada tiga bibit pohon yang tumbuh di antara tanah lapang miskin tanaman.

Astawa menuturkan ide karyanya muncul setelah melihat perubahan lingkungan di Bali pada 2014. Pembangunan hotel dan berbagai proyek fasilitas tak terkendali. Sawah penduduk kian berkurang akibat proyek itu. Pepohonan tumbang, digantikan banyak bangunan.

Astawa lalu bicara dengan penduduk yang tinggal di situ. Mereka menjadi tak berdaya karena ulah investor perusak alam demi mencapai keuntungan ekonomi semata tersebut. Astawa kemudian menanam sepuluh pohon di sana. "Beberapa orang lalu ikut menanam pohon di sana," ucapnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari situ, Astawa terinspirasi membuat 14 karya di studio seni di Kampung Suruhan, Timbulharjo, Sewon, Bantul. Dia perlu satu bulan lebih untuk menciptakan semua karyanya.

Semua lukisannya menggunakan teknik cutting kolase, yakni teknik pengembangan dari teknik ciprat. Cipratan cat yang meleleh dia potong mengikuti alur lelehan. Cipratan itu kemudian dia tempel pada potongan cipratan di bidang kanvas hingga membentuk figur manusia.

Astawa kerap menggelar pameran tunggal pada 2008-2015. Seniman ini lahir 6 Juni 1989 di Desa Pangkung Tibah, Kediri, Tabanan, Bali. Dia banyak meraih penghargaan seni. Di antaranya finalis Pratisara Affandi Adhi Karya 2012.

Penulis pameran tunggal itu, Hendra Himawan, mengatakan karya Astawa mencoba mempertemukan efek-efek antara kultur dan natur. Manusia dan alam serta dampak eksploitasi kultur manusia mengubah wajah alam dan peradaban.

Alam bukan semata-mata lingkungan, tapi juga kultur. Alam berarti rumah dengan segenap dimensi potensi dan persoalan. "Gagasan seni Astawa kembali ke alam, kembali ke tubuh diri dan tubuh sosial," ujarnya.

SHINTA MAHARANI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Libur Nataru, Yogyakarta Targetkan Dulang 800 Ribu Wisatawan

27 menit lalu

Kawasan Tebing Breksi, Sleman, jadi andalan destinasi wisata akhir pekan. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Libur Nataru, Yogyakarta Targetkan Dulang 800 Ribu Wisatawan

Puncak kunjungan wisatawan di destinasi wisata Yogyakarta setiap tahunnya terjadi pada Juni, Juli, dan Desember.


Jurus Yogyakarta Jaga Kenyamanan Jelang Masa Kampanye

14 hari lalu

Kirab budaya pemilu damai di Yogyakarta melintasi Jalan Malioboro Selasa (21/11). (Dok. Istimewa)
Jurus Yogyakarta Jaga Kenyamanan Jelang Masa Kampanye

Keamanan dan kenyamanan di Yogyakarta jadi investasi karena tanpa itu, dua sumber kehidupan yakni pariwisata dan pendidikan akan terpengaruh.


Pro & Kontra Nyamuk Wolbachia, Usai Ada Penolakan di Bali, Ini Sikap Daerah Lain

19 hari lalu

Pengamatan sampel nyamuk Aedes aegipty ber-Wolbachia di Laboratorium WMP Yogyakarta. Riset ini dipimpin Profesor Adi Utarini dari UGM yang terpilih menjadi satu di antara 100 orang paling berpengaruh 2021 versi Majalah Time. Dok Tim WMP
Pro & Kontra Nyamuk Wolbachia, Usai Ada Penolakan di Bali, Ini Sikap Daerah Lain

Gunungkidul belum ada rencana penebaran nyamuk Wolbachia untuk penanggulangan penyakit demam berdarah dengue.


Kulon Progo Perpanjang Status Tanggap Darurat Kekeringan 11-25 November 2023

23 hari lalu

Ilustrasi kekeringan. (ANTARA/Mohammad Ayudha/dok)
Kulon Progo Perpanjang Status Tanggap Darurat Kekeringan 11-25 November 2023

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo memperpanjang Status Tanggap Darurat Kekeringan mulai dari 11 November sampai 25 November 2023.


Guguran Lava Pijar Gunung Merapi Meluncur Sejauh 1,5 Kilometer dari Puncak Kawah

39 hari lalu

Gunung Merapi kembali mengeluarkan awan panas guguran pada Jumat petang, 28 Juli 2023. Dok. BPPTKG.
Guguran Lava Pijar Gunung Merapi Meluncur Sejauh 1,5 Kilometer dari Puncak Kawah

BPPTKG merekam aktivitas guguran lava pijar yang meluncur sejauh 1,5 kilometer dari puncak kawah Gunung Merapi.


Milad Guru TK ABA di Bantul, Bupati Berpesan Seperti Ini

55 hari lalu

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih umumkan dirinya kembali positif Covid-19 pada Jumat, 22 Juli 2022. Instagram
Milad Guru TK ABA di Bantul, Bupati Berpesan Seperti Ini

Abdul Halim Muslih meminta para guru pendidikan anak usia dini (PAUD) di Bantul agar memberdayakan satuan pendidikan.


Nadiem Makarim Ingin Mahasiswa Ikut Kegiatan Asah Minat, Bakat, dan Kepemimpinan

19 September 2023

(paling kiri dan kanan) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim beserta istri, Franka Franklin bersama Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana. Foto: Instagram/@nadiemmakarim
Nadiem Makarim Ingin Mahasiswa Ikut Kegiatan Asah Minat, Bakat, dan Kepemimpinan

Nadiem Makarim meminta kepada para mahasiswa untuk bisa terlibat beragam aktivitas yang mampu mengasah minat, bakat, kepemimpinan dan kepedulian.


Awal Musim Hujan DIY Mundur 30 Hari Dibandingkan Periode 30 Tahun Terakhir

15 September 2023

Relawan membersihkan diri menggunakan air hasil percobaan pemompaan dari Gua Cikal, Gunungkidul, DI Yogyakarta, 15 Oktober 2020. Pendiri komunitas relawan Save Rescue Agus Fitriyanto Hidayat mengatakan saat ini timnya masih melakukan tes pemompaan air dari Gua Cikal untuk mengukur volume tampungan sumber mata air. Mereka berharap sumber-sumber air yang bisa di angkat ini dapat dimanfaatkan masyarakat dan menjadi solusi masalah kekeringan di Gunungkidul. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Awal Musim Hujan DIY Mundur 30 Hari Dibandingkan Periode 30 Tahun Terakhir

BMKG Yogyakarta menyebut Kabupaten Kulon Progo diprakirakan memasuki musim hujan lebih awal pada November 2023 dibanding wilayah lain di DIY.


Penanda Bergabungnya 2 Kerajaan di Yogyakarta dengan NKRI 78 Tahun lalu

6 September 2023

Sultan Hamengkubuwono IX setelah dinobatkan, 18 Maret 1940. Dok. Perpustakaan Nasional/ Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Penanda Bergabungnya 2 Kerajaan di Yogyakarta dengan NKRI 78 Tahun lalu

Sebelum menjadi provinsi, Yogyakarta memiliki pemerintahannya sendiri. Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman bergabung dengan RI pada 5 September 1945


Peringatan 11 Tahun UU Keistimewaan Yogyakarta, Ini Sejarah Benteng Baluwerti Keraton

31 Agustus 2023

Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta. (Dok. Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta)
Peringatan 11 Tahun UU Keistimewaan Yogyakarta, Ini Sejarah Benteng Baluwerti Keraton

Benteng Baluwerti yang mengelilingi Keraton Yogyakarta dulunya merupakan pertahanan dari serangan penjajah.