TEMPO.CO, Yogyakarta - Cipratan tinta di kanvas membentuk figur manusia mirip robot. Warnanya cerah, menggenggam kapak di tangan kiri. Sosok itu menunjuk ranting di bawah pohon. Kaki kiri berotot, menginjak dahan pohon itu. Tanaman itu mentiung dan merana. Bayangan hitam dari gerakan sosok itu menjadi latarnya.
Lukisan cat akrilik berukuran 130 x 150 sentimeter itu karya seniman Bali, I Gede Oka Astawa. Lukisan berjudul Yang di Bawah yang Terinjak ini tampil dalam pameran tunggal “(Un) Disposable Nature Alam (Bukan) Sekali Pakai” di Tembi Rumah Budaya, Yogyakarta, 6-19 April.
Ada 13 lukisan dan satu karya seni instalasi limbah ranting kayu yang dipamerkan.
Hampir semua karya I Gede memotret wajah alam yang rusak karena ulah manusia. Dari soal proyek pembangunan hotel, fasilitas olahraga, hingga jalan menggusur pepohonan yang tumbuh subur di Bali. Alumnus Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, itu mengajak orang peduli pada kerusakan alam dan berusaha memperbaikinya. "Menanam pohon, selagi bisa, merupakan satu di antara solusi mengatasi kehancuran alam," katanya di Tembi, kemarin.
Dia juga melukis bagaimana orang menanam pohon dalam karya lain berjudul Menanam Selagi Bisa. Dalam karya itu, ada sosok manusia sedang menanam pohon. Ada tiga bibit pohon tumbuh di antara tanah lapang gersang. Gede menuturkan idenya muncul setelah melihat perubahan lingkungan di Bali pada 2014.
Dari situ, Gede terinspirasi membuat 14 karya di studio seni di Kampung Suruhan, Timbulharjo, Sewon, Bantul, selama satu bulan lebih. Semua karya lukisnya menggunakan teknik cutting kolase, pengembangan dari teknik ciprat.
Gede kerap menggelar pameran tunggal pada 2008-2015. Seniman kelahiran 6 Juni 1989 di Desa Pangkung Tibah, Kediri, Tabanan, Bali, itu banyak meraih penghargaan seni. Di antaranya finalis Pratisara Affandi Adhi Karya 2012.
Penulis pameran itu, Hendra Himawan, mengatakan karya Gede mencoba mempertemukan efek antara kultur dan nature. "Gagasan seni I Gede kembali ke alam, kembali ke tubuh diri dan tubuh sosial," ujarnya.
SHINTA MAHARANI