TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah seniman di Yogyakarta menuangkan kritik meningkatnya pembangunan hotel melalui pergelaran dan film.
Lebih dari 50 seniman memainkan alat musik untuk mengiringi lagu berjudul 'Mengheningkan Cipta' karya T Prawit di Alun-Alun Utara Yogyakarta, Rabu, 8 April 2015. Musik yang mereka mainkan adalah bentuk keprihatinan terhadap pembangunan hotel yang tak terkendali.
Para seniman memainkan alat musik, di antaranya cello, biola, pianika, dan gitar selama sekitar 10 menit. Lagu Mengheningkan Cipta yang mereka mainkan secara berulang menggambarkan sebuah doa dan harapan. Oscar Atunes menjadi konduktor, memimpin pertunjukan musik itu. Ia berdiri di atas motor roda tiga dan pengeras suara.
Alun-alun utara seketika menjadi tempat konser. Mereka yang terlibat adalah mahasiwa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, akademisi, dan masyarakat. "Kami bermain secara on the spot," kata Oscar.
Oscar dan teman-temannya melakukan gerakan itu setelah menyaksikan film "Di Belakang Hotel" di YouTube. Film itu menggambarkan bahaya kerusakan lingkungan akibat marak pembangunan hotel di Yogyakarta.
Film berdurasi sekitar 40 menit tersebut dibuat oleh Watchdog, Warga Berdaya, dan relawan videografer Yogyakarta. Film ini menampilkan dampak atas maraknya pembangunan hotel.
Ketika hotel dan pusat perbelanjaan menjamur di perkampungan, sumur penduduk sekitarnya kering. Warga Yogyakarta harus berjuang untuk mendapatkan air.
Musikus melihat ketidakadilan bagi penduduk Yogyakarta atas tak terkendalinya pembangunan hotel. Ada eksploitasi terhadap air sebagai sumber daya alam.
Oscar kemudian mengumpulkan relawan acara yang bermain musik lewat jejaring media sosial, seperti Twitter. Mereka memilih Alun-alun Utara sebagai tempat publik yang biasa dijadikan tempat berkumpul.
"Musik adalah sesuatu yang universal. Semua orang bisa bergabung dalam keprihatinan kami," kata dia. Setelah bermain musik mereka berdoa.
Mahasiswa ISI Yogyakarta yang terlibat, Stephani Putri, adalah satu di antara yang memainkan pianika. Dia bergabung karena merasa gerah dengan kondisi Yogyakarta saat ini. Pembangunan hotel yang marak merusak alam. "Yogyakarta semakin panas dan air sumur-sumur penduduk menjadi berkurang," kata dia.
SHINTA MAHARANI