TEMPO.CO, Yogyakarta - Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa, Yogyakarta, kembali menggelar pentas tari atau jogedan “Selasa Legen Tingalan Rama Sas” pada Selasa, 7 April 2015 malam. Kegiatan yang memasuki usia dua tahun ini diadakan setiap Selasa pasaran Legi atau bertepatan dengan hari ulang tahun maestro seni tari klasik gaya Yogyakarta, almarhum Kanjeng Raden Tumenggung Sasminta Mardawa Dipura atau akrab disapa Rama Sas.
“Ini ajang kumpul murid-murid Rama Sas di Ndalem Pudjakusuma, Yogyakarta,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Jeannie Park, saat ditemui Tempo di padepokan. Jeannie adalah salah satu murid Rama Sas, meski cuma sebentar.
Baca Juga:
Pada peringatan dua tahun “Selasa Legen Tingalan Rama Sas” itu, Jeannie ikut membawakan salah satu tarian karya Rama Sas, Beksan Retno Adaninggar, yang diambil dari cerita Golek Menak yang selama ini jarang dipertunjukkan. Total ada lima tari yang ditampilkan dengan kostum lengkap. Tari-tarian itu adalah tarian yang jarang ditampilkan.
Jeanny bercerita, dia bertemu Rama Sas saat sang maestro menjadi dosen tamu di University of California, Los Angeles, Amerika Serikat, pada 1979. Perempuan berdarah Korea yang lahir di Amerika Serikat itu, masih duduk di bangku sekolah dasar saat menemani ibunya yang mengikuti perkuliahan tersebut.
Tiba-tiba dia melihat sosok laki-laki tinggi besar dengan mengenakan dandanan busana Jawa. Laki-laki tersebut yang tak lain adalah Rama Sas menyita perhatian mahasiswa di sana. “Saya cuma bisa ikut bilang wooow, karena terpana,” ujar Jeannie yang fasih berbahasa Indonesia dan Jawa itu.
Baca Juga:
Pertemuan pertama yang melekat dalam ingatannya itu memacu semangat Jeannie untuk bertemu dengan Rama Sas. Saat kuliah University of California Education Abroad Program pada Juni-Oktober 1991, keinginannya terkabul. Jeannie sempat ke Yogyakarta untuk belajar tari dengan Rama Sas selama empat bulan.
Namun saat kembali ke Yogyakarta pada 1996 untuk menetap dalam waktu yang lebih lama, dia mendengar kabar kalau Rama Sas telah meninggal. “Sedih. Tapi bagi saya, guru tari saya adalah guru-guru tak sak Jogja,” kata Jeannie, baik guru formasl di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta maupun di Keraton Yogyakarta.
Ketua Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa, Siti Sutiyah, menjelaskan, pertemuan Selasa Legen itu tidak sekadar pementasan tari. Melainkan pertemuan komunitas penari klasik yang pernah menjadi murid Rama Sas.“Mulai dari murid-muridnya langsung yang sekarang sudah menjadi guru, hingga generasi yang sekarang,” ujar Siti.
PITO AGUSTIN RUDIANA