TEMPO.CO, Jakarta -Irfan Aulia, gitaris band Samsons menceritakan seorang pencipta lagu yang memilih menjual putus lagunya sebesar US$ 200 ribu ke penyanyi Korea Selatan. Dia menolak pembelian secara royalti sebesar US$ 5 ribu. "Enggak tahunya lagu itu menjadi song of the year dan laku berat.
Di YouTube saja ditonton 50 juta orang. Dari sharing iklan YouTube saja sebenarnya US$ 200 ribu itu sudah tertutupi. Belum lagi pembagian dari penjualan lagu," kata kata Irfan dalam diskusi Ngobrol @Tempo.co #MusikTempo, Rabu lalu.. Tapi, royalti yang besar itu tidak didapat karena lagu itu dijual putus.
Irfan dapat mengerti mengapa sang pencipta menolak pembelian secara royalti, karena kerepotan mengurus royalti itu sendirian. Padahal, jika dia mau menyerahkan urusan itu ke publishing company, dia tidak akan berurusan dengan hal-hal administratif dan legal yang merepotkan. "Publishing company memiliki tim hukum, finance, jaringan pemasaran sendiri. Dengan demikian musisi tak perlu repot lagi menagih royalti ke perusahaan rekaman atau ke collecting society," kata Irfan.
Ketidaktahuan akan hak-hak itu kerap menjebak musisi saat menjual karya mereka. "Banyak yang terkaget-kaget, loh kok gue dapet cuma segini? Waktu kontraknya dibaca lagi, ternyata memang pembagiannya segitu. Ketidaktahuan ini kemudian dieksploitasi oleh orang lain," kata Irfan.
Irfan mencontohkan, pada masa lalu, kerap pencipta lagu yang karyanya menjadi hits mendapat hadiah mobil atau rumah dari perusahaan rekaman.
Mereka senang, padahal mungkin nilai sebenarnya bisa lebih dari itu. "Sialnya, mobil dan rumah itu tidak terdaftar atas nama sang musisi hingga sewaktu-waktu label bisa menariknya," kata dia.
Jika dikelola dengan baik, bisnis ini sebenarnya memiliki nilai yang amat besar. Robin mencontohkan di Inggris, penghasilan musik dari business to business per tahunnya mencapai 1 miliar poundsterling atau hampir Rp 20 triliun. "Pos penghasilan B to B ini di Indonesia belum dieksplorasi," kata Robin. Publishing company sebenarnya bisa menjembatani kekosongan ini.
Endah Widiastuti dan suaminya Rhesa Aditya pernah punya pengalaman menarik saat tampil di Prancis. Sebelum acara, panitia sudah meminta daftar lagu. "Ternyata daftar itu mereka perlukan untuk mengetahui apakah ada royalti yang harus mereka bayarkan kalau kami tampil," kata Endah yang malam itu bersama Rhesa yang dalam acara #MusikTempo juga bermain musik di atas panggung. Suatu waktu mereka keluar dari daftar lagu itu dan memainkan karya Michael Jackson. "Begitu turun panggung sudah disodorin tagihan untuk lagu Michael Jackson. Tidak besar, tapi itu adalah bentuk apresiasi terhadap karya orang lain."
Qaris TAjudin