TEMPO.CO, Jakarta -Ada cerita di kalangan pecinta musik tentang seorang musisi senior yang pergi dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk menjajakan karyanya. Saat anaknya masih kecil, ia datang bersama istri dan anaknya yang ia gendong. "Padahal, seharusnya musisi itu fokus berkarya," kata Irfan Aulia, gitaris band Samsons dalam diskusi Ngobrol @Tempo.co #MusikTempo, Rabu lalu. "Soal menjajakan karyanya, hal itu sebaiknya dilakukan oleh pihak lain, dalam hal ini publishing company," kata Irfan lagi.
Diskusi di Birdcage Cafe, Jakarta Selatan itu, memang mengangkat soal peran publishing company yang belum terlalu besar. Jangankan perannya, pengertian publishing company sendiri masih sering disalahpahami. "Ada banyak kerancuan pada istilah ini," kata Robin Malau, pendiri Musikator, yang memandu diskusi berjudul "How to Monetize Your Songs" itu.
Hal ini diamini oleh Irfan. "Saya pernah dikira pindah ke bisnis penerbitan buku, ha-ha-ha," kata Irfan, salah satu pendiri publishing company Massive Music. Padahal, di luar negeri, perusahaan penerbit musik ini sudah jamak dipakai oleh para musisi untuk memonetasi karya-karya mereka.
Ketidaktahuan itu juga kerap membuat publishing company disamakan dengan perusahaan rekaman. "Padahal, keduanya memiliki peran yang berbeda," kata Irfan. "Perusahaan rekaman adalah pihak yang membesarkan musik di Indonesia. Tapi, ada beberapa hal yang tidak bisa dikerjakan oleh label," kata Irfan lagi. "Publishing lebih mengurus source-nya."
Seperti kata Irfan, perusahaan penerbit musik mengurus dari hulu, sejak lagu itu diciptakan dan hanya dicatat dalam partitur dan lirik. Setelah seorang musisi menyerahkan lagunya ke publishing, maka perusahaan ini bertugas mencatatkan karya itu agar mendapatkan hak cipta. Hak cipta ini ada sejak lagu diciptakan dan belum direkam. Ada dua hak pada sebuah lagu: hak cipta karya itu yang melekat pada diri pencipta. Ada juga hak rekaman yang ada di perusahaan rekaman.
Setelah hak cipta sebuah karya terdaftar, publishing company akan menawarkan lagu itu ke perusahaan rekaman yang mau merekamnya atau ke musisi lain yang mau merekamnya. Urusan kontrak, negosiasi harga, kelengkapan dokumen, semua diurus oleh publishing company. "Bisa saja seorang artis melakukan self publishing, tapi jalannya memang ribet dan menguras tenaga," kata Irfan. Belum lagi jika sang musisi tidak memiliki pengetahuan hukum yang baik. Mereka bisa tertipu.
Qaris Tajudin