TEMPO.CO , Makassar: “Sejak kelahirannya di dunia, mereka bilang anak laki-laki ini aneh.” Ngoc Phung mulai bernyanyi di hadapan pengunjung pasar malam. Dia menebar senyum manisnya. Tubuhnya tinggi dan kulitnya putih bersih dibalut pakaian yang mini. Penampilannya dilengkapi dengan rambut palsu hitam yang terurai lebat.
Gerakan gemulai dan suaranya yang dalam rupanya membuai penonton. Lagunya berkisah tentang waria yang menghadapi kerasnya hidup, keberadaan waria yang tak diterima masyarakat. Begitulah Ngoc Phung mengungkapkan perasaan sambil menghibur penontonnya.
Kisah Ngoc Phung ada dalam film dokumenter asal Vietnam, berjudul Madam Phung’s Last Journey. Film yang disutradarai Nguyen Thi Tam ini mengisahkan perjalanan terakhir Madam Phung. Film tersebut dirilis tahun lalu. Pada Jumat dua pekan lalu, film itu mengisi Cinematica ScreenDocs!, sebuah acara pemutaran film dan diskusi yang digelar di BaKTI. Kali ini, tema yang diangkat adalah Economic Impact.
Dari gambar-gambar yang disajikan, terlihat sutradara merekam dan mengikuti kegiatan rombongan pasar malam yang dipimpin oleh Bich Phung alias Madam Phung. Dia dan 35 anggotanya, sebagian besar waria, berpindah-pindah tempat untuk menggelar pasar malam. Selain pertunjukan khas pasar malam seperti komidi putar, mereka menyuguhkan lagu atau permainan lotere di atas panggung. Kios-kios di sekitar panggung juga menyajikan beragam permainan berhadiah.
Para waria hidup di kamar-kamar yang dibuat sementara. Adegan-adegan yang terbangun tampak alami ditambah beberapa wawancara santai yang dilakukan di sela-sela aktivitas para pemainnya. Madam Phung, misalnya, direkam sedang bercerita sembari beristirahat. “Aku mencemaskan mereka (pekerja),” kata Phung menuturkan latar belakang para pekerja dalam rombongannya itu yang miskin dan berpendidikan rendah.